EmitenNews.com—Indeks saham di Asia pada Jumat (24/3), ditutup turun ditengah semakin besarnya kekhawtiran mengenai guncangan di sektor perbankan dan risiko resesi. 

 

Yang ditakutkan investor adalah setiap guncangan di industri perbankan dapat menyebabkan penurunan tajam pada pinjaman kepada usaha mikro, kecil dan menegah (UMKM) di AS. Jika ini terjadi, maka ekonomi AS akan mendapat tekanan dan memperbesar risiko resesi, yang para pakar ekonomi sudah prediksi akan terjadi tahun ini.

 

Investor juga merasa bingung dalam mencerna pernyataan Menteri Keuangan AS Janet Yellen bahwa jika diperlukan langkah darurat dari Pemerintah Federal AS dapat kembali digunakan untuk memberi dukungan pada bank daerah (regional bank) yang bermasalah.

 

Ini bertolak belakang dengan pernyataan Yellen sehari sebelumnya ketika memberi tahu Senat (DPD) AS bahwa Kementerian Keuangan tidak mempunyai rencana untuk menjamin setiap dana simpanan nasabah, skema yang lebih di kenal dengan nama Blanket Guarantee, tanpa persetujuan dari Kongres.

 

Dari sisi geopolitik, investor memantau meningkatnya ketegangan antara AS dan Tiongkok. Pemerintah AS pada hari Kamis menambahkan 14 perusahaan Tiongkok ke dalam daftar hitam ekspor sementara legislator AS menyerang TikTok karena mempunyai hubungan dengan Tiongkok sehingga mendesak agar penggunaan aplikasi TikTok dilarang di seluruh wilayah AS.

 

Dari sisi makroekonomi, data memperlihatkan inflasi inti (Core CPI) Jepang naik 3.1% Y/Y di bulan Februari, melambat dari kenaikan 4.2% Y/Y di bulan Januari yang juga merupakan level tertinggi dalam lebih dari empat dekade. 

 

Angka inflasi inti bulan Februari ini sejalan dengan ekspektasi pasar dan merefleksikan redanya tekanan inflasi di sejumlah ekonomi besar lainnya di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

 

“Dengan demikian, inflasi inti sudah bertahan di atas target inflasi 2% bank sentral Jepang atau Bank of Japan (BOJ) selama 11 bulan beruntun,” tulis riset yang dikeluarkan oleh Phillip Sekuritas Indonesia.

 

Secara terpisah, perhitungan awal (Flash) data au Jibun Bank Manufacturing PMI Jepang naik ke level 48.6 di bulan Maret dari level 47.7 di bulan sebelumnya. Ini menandakan kontraksi selama lima bulan beruntun dan menambah bukti lesunya permintaan global.