EmitenNews.com - Di bulan Mei – Juni 2022, sentimen yang paling mempengaruhi perkembangan ekonomi global adalah konflik kenaikan suku bunga The Fed sebesar 75 basis poin. The Fed menaikkan target suku bunga acuannya pada bulan Juni 2022 menjadi 1,75%. Level tersebut lebih tinggi 75 basis poin dari target bulan sebelumnya. Kenaikan suku bunga tersebut memberikan sinyal bahwa The Fed akan melakukan strategi moneter kontraktif yang sangat agresif di tahun 2022. Harga komoditas masih berada pada level yang tinggi namun dengan tren menurun di periode Mei – Juni 2022. Seiring dengan kenaikan suku bunga The Fed yang lebih tinggi dari ekspektasi pasar, harga komoditas dunia mulai turun namun tetap berada pada level yang tinggi. Hal tersebut terlihat dari penurunan Dow Jones Commodity Index (DJCI) sebesar 10,1% dari level (1.235 poin) pada 27 Mei 2022 ke level (1.111 poin) di tanggal 27 Juni 2022.

 

Penurunan harga komoditas dan kenaikan suku bunga The Fed belum cukup untuk menurunkan inflasi di negara-negara maju. Misalnya saja inflasi Amerika Serikat (+8,6% YoY), Uni Eropa (+8,1% YoY), dan Jerman (+7,9% YoY) di bulan Mei 2022. Tingginya inflasi di Amerika Serika, Uni Eropa, dan Jerman yang diiringi dengan kenaikan suku bunga bank-bank sentral dunia secara agresif diprediksi akan membuat negara-negara tersebut mengalami stagflasi di tahun 2023. Gubernur The Fed, Jerome Powel, mengisyaratkan akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga The Fed sampai dengan akhir tahun 2022 seiring dengan level inflasi yang sangat tinggi di Amerika Serikat. Pada bulan Juni 2022, Gubernur The Fed, Jerome Powel, menyatakan kenaikan suku bunga The Fed di atas 25 basis poin pada satu periode Federal Open Market Committee (FOMC) kemungkinan akan terus berlanjut sampai dengan akhir tahun. Hal tersebut akan sangat bergantung dengan level inflasi Amerika Serikat di bulan Juni 2022.

 

Nilai tukar Rupiah tetap stabil meskipun Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan (BI 7 DRRR) di bulan Juni 2022. Nilai tukar Rupiah terhadap USD pada periode Mei – Juni 2022 berada pada rentang Rp 14.500/USD – Rp 14.800/USD. Pergerakan tersebut terhitung stabil mengingat kenaikan suku bunga The Fed sebesar 75 basis poin yang direspon oleh BI dengan tidak menaikkan BI 7 DRRR. Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang diselenggarakan pada bulan Juni 2022, BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7 DRRR di level 3,50%.

 

Keputusan BI untuk mempertahankan level BI 7 DRRR dapat mendukung keberlanjutan penurunan tingkat suku bunga pinjaman investasi bank komersial yang telah terjadi sejak tahun 2015. Tingkat suku bunga pinjaman investasi bank komersial masih berada pada tren turun sejak tahun 2015. Di bulan April 2022 rata-rata suku bunga pinjaman investasi bank komersial berada pada level 8,29%, dimana bank milik negara 8,50%, bank milik pemerintah daerah 9,54%, bank milik swasta 8,08%, dan bank milik asing/joint venture (JV) 6,07%. 

 

Inflasi Indonesia pada bulan Mei 2022 masih berada pada rentang target Bank Indonesia, namun demikian harga barang pokok tercatat mengalami kenaikan yang signifikan di bulan Juni 2022. Di bulan Mei 2022 indeks harga konsumen (IHK) tercatat mengalami kenaikan sebesar 3,55% secara tahunan dan 0,40% secara bulanan. Namun demikian, di bulan yang sama, harga barang kebutuhan pokok seperti daging sapi (+8,33% YoY), telur ayam (+11,43% YoY), minyak goreng (+52,29% YoY), cabai merah (+120,81% YoY), bawang merah (+84,60% YoY), dan gula (+7,75% YoY) mengalami kenaikan yang sangat signifikan.

 

Perekonomian Indonesia masih berada pada kondisi optimis di bulan Mei 2022. Dari sisi supply, aktivitas manufaktur Indonesia masih berada di fase ekspansif, tercermin dari level PMI Indonesia yang berada pada level 50,80 (- 8,14% YoY) di bulan Mei 2022. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan PMI dunia sebesar 51,50 (-8,04% YoY) dan PMI ASEAN sebesar 52,30 (+4,15% YoY) di periode yang sama, aktivitas manufaktur Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia dan ASEAN. Sementara itu, dari sisi demand, Indeks Keyakinan Konsumen pada bulan Mei 2022 tercatat di level 128,9. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi permintaan domestik masih berada di fase optimis.

 

Penurunan harga komoditas dunia pada periode Mei – Juni 2022 dan larangan ekspor kelapa sawit pada Mei 2022 menekan kinerja neraca perdagangan Indonesia pada bulan Mei 2022. Neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 2,30 miliar di bulan Mei 2022. Namun demikian, nilai ekspor dan impor Indonesia tercatat turun signifikan pada periode tersebut. Nilai ekspor Indonesia pada bulan Mei 2022 sebesar US$ 21.505 juta (- 21,29% MoM dan +27% YoY) sedangkan nilai impor sebesar US$ 18.610 (-5,84% MoM dan +30,74% YoY).

 

Realisasi Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sampai dengan Mei 2022 mencatatkan surplus keseimbangan primer seiring dengan meningkatnya penerimaan dan menurunnya belanja. Pada bulan Mei 2022 akumulasi realisasi penerimaan APBN sampai dengan 31 Mei 2022 sebesar Rp 1.070,41 triliun (+47,33% YoY) didukung oleh pertumbuhan penerimaan pajak (+53,58% YoY) serta kepabeanan dan cukai (+41,26% YoY). Pada periode yang sama realisasi belanja APBN sebesar Rp 938,17 triliun (-0,79% YoY) seiring dengan penurunan belanja K/L (- 11,29% YoY) serta transfer ke daerah dan dana desa (-4,62% YoY). Kenaikan penerimaan yang diikuti penurunan belanja membuat realisasi APBN sampai dengan 31 Mei 2022 mencatatkan surplus keseimbangan primer sebesar Rp 298,91 triliun (+543,24% YoY).