EmitenNews.com – Indonesia merupakan salah satu ekonomi pasar berkembang dunia. Melansir dari IMF, Indonesia adalah negara dengan ekonomi terbesar ke-16 di dunia dalam hal Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan diprediksi menjadi ke-5 pada tahun 2024. Selain itu, anggota G-20 ini telah memperoleh hasil yang luar biasa dalam pengentasan kemiskinan, dengan menurunkan tingkat kemiskinan lebih dari setengahnya sejak 1999, menjadi 9.78% pada tahun 2020, bahkan sempat mencatatkan rekor terendah dalam sejarah ketika 9.41% pada Maret 2019.
Ketika kita berbicara tentang negara berkembang mana pun, sebagian besar waktu mereka mengikuti jalur yang khas untuk perkembangan ekonomi mereka. Sebagian besar negara berubah dari ekonomi berbasis pertanian menjadi ekonomi berbasis industri dan jasa. Tapi ini tidak terjadi di Indonesia.
Negara dengan ibukota Jakarta ini cukup kaya dengan sumber daya alam. Karena itu, mereka sangat bergantung pada komoditas seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, dan barang-barang lainnya. Pada tahun 2000-an, harga komoditas naik karena permintaan yang meningkat tajam di beberapa pasar negara berkembang, terutama China. Ini adalah periode yang sangat menguntungkan bagi Indonesia karena negara ini memiliki cadangan minyak sawit mentah, batu bara, gas, dan tembaga yang besar.
Dorongan komoditas ini pada tahun 2000-an berhasil mempercepat pemulihan Indonesia dari krisis keuangan Asia tahun 1997. Namun kenaikan harga komoditas ini tidak berlangsung lama. Pasalnya, beberapa pembeli utama salah satunya Tiongkok, mulai mengurangi impornya, akibat pergeseran ekonomi dari manufaktur ke jasa.
Sebagai pengekspor komoditas besar, kinerja ekspor Indonesia sangat terpengaruh. Tidak hanya kinerja ekspornya, tetapi juga pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas. Di saat yang sama, ekspor non komoditas juga tidak meningkat. Sektor manufaktur Indonesia masih belum menjadi kontributor utama pasar rantai nilai global.
Saat ini, salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah banyaknya jumlah angkatan kerja muda. Populasi yang sangat besar ini menciptakan permintaan barang konsumsi yang sangat besar. Ini adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi negara. Diperkirakan pada tahun 2030, Indonesia akan memiliki 135 juta konsumen.
Namun, meningkatnya jumlah penduduk dan urbanisasi, meningkatnya kebutuhan listrik, air bersih, dan sanitasi, serta beban angkutan umum dan pribadi dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi mereka. Negara ini memiliki tingkat lalu lintas terburuk ke-3 di dunia.
Sekarang masalah besar lainnya adalah infrastruktur yang melumpuhkan. Tidak dapat dipungkiri Indonesia adalah negara kepulauan besar yang terdiri dari lebih dari 17000 pulau dengan jarak Sabang - Merauke lebih dari 5000 km. Ini membuat biaya transportasi, logistik, pasokan listrik dan jaringan komunikasi menjadi sangat tinggi.
Global Economics menilai Indonesia memiliki peluang untuk menjadi kekuatan ekonomi. Namun Indonesia berpacu dengan waktu karena peluang menyempit menjadi 10-15 tahun dari sekarang. Memperbaiki infrastruktur dan mendorong pertumbuhan PDB yang lebih tinggi merupakan faktor penting untuk menentukan masa depan Indonesia. (LW)
Related News
10 Tahun Jabat Menlu, Retno Marsudi Kini Direktur Perusahaan Singapura
Cak Imin Mengaku Dimarahi Isteri Urusan Judi Online
Kejutan Kecil itu, Solihin Golkar
Ini 6 Cara Mudah Mengatur Budget Agar Liburan Lebih Berkesan
Bank BJB Manjakan Penikmat Jazz di The Papandayan Jazz 2024
Rocco’s Bark Day Fun Run Bersama Anabul Pecahkan Rekor MURI