EmitenNews.com - Menjelang akhir 2025, pasar saham Indonesia sempat berada di bawah tekanan akibat arus modal asing yang cenderung keluar (net sell) di sepanjang tahun ini. Data menunjukkan bahwa sejak awal 2025, banyak investor asing yang melepas aset di pasar saham domestik.

Namun, di tengah tekanan tersebut, terdapat juga sinyal dan momen–momen kepulangan modal asing secara parsial.Apa pun, ini jelas menandakan bahwa kepercayaan terhadap Indonesia belum hilang sepenuhnya. Misalnya, ada laporan inflow asing masuk sejumlah Rp2,83 triliun pada akhir Juni 2025, meskipun dominasi pembelian terjadi di sektor obligasi/SBN.

Demikian pula, awal Agustus 2025, tercatat net foreign inflow sebesar Rp9,24 triliun pasar keuangan Indonesia, termasuk sejumlah kecil untuk saham. Di sisi korporasi, ada laporan bahwa sejumlah saham blue-chip dan emiten besar dibeli asing, walau skalanya tidak besar.

Dengan demikian 2025 bisa dikatakan sebagai “tahun adaptasi”. Investor asing tampak selektif keluar dari saham, tapi tetap memandang Indonesia sebagai opsi untuk obligasi dan instrumen pendapatan tetap sambil memantau perkembangan makro global dan domestik (kurs, inflasi, kebijakan fiskal/moneter).

Kenapa 2026 Bisa Menjadi Tahun Baru untuk Foreign Inflow.

Ada sejumlah faktor, baik domestik maupun eksternal, yang bisa membuat 2026 berpotensi sebagai titik balik bagi aliran modal asing kembali ke saham Indonesia. Pertama, dari sisi makroekonomi, kondisi eksternal global mungkin terus membaik. Asia sebagai kawasan emerging terlihat mulai menarik aliran modal asing lagi. Pada pertengahan 2025, beberapa riset menunjukkan bahwa investor global, yang sempat mundur, mulai mempertimbangkan kembali saham-saham Asia karena persepsi risiko eksternal mereda.

Kedua, Indonesia melihat pemulihan tingkat kepercayaan investor global ada laporan “capital inflow ke pasar modal Indonesia” sebagai sinyal bahwa asing memandang ekonomi Indonesia memiliki fundamental yang cukup menarik. Hal ini penting bahwa kepercayaan bukan hanya soal valuasi saham, tetapi juga persepsi terhadap stabilitas ekonomi, kebijakan makro, dan prospek jangka menengah.

Ketiga, kebijakan domestik, terutama arah kebijakan fiskal dan moneter, dapat mendukung aliran modal. Jika otoritas menunjukkan komitmen menjaga inflasi, stabilitas nilai tukar, dan iklim investasi yang kondusif, maka modal asing akan mempertimbangkan kembali masuk ke ekuitas.

Data 2025 menunjukkan bahwa aliran modal ke instrumen pendapatan tetap (SBN, surat berharga pemerintah) masih menarik bagi asing ini memberikan cushion likuiditas dan membangun reputasi bahwa Indonesia tetap aman bagi investor global.

Keempat, tahun 2026 bisa jadi waktunya rotasi dari fixed-income ke ekuitas. Ketika yield obligasi mulai stabil atau jika return obligasi dipandang kurang menarik dibandingkan valuasi saham (terutama saham dengan fundamental kuat), maka investor asing bisa kembali mengevaluasi pasar saham Indonesia sebagai opsi dengan potensi capital gain lebih tinggi.

Faktor Pendukung: Apa yang Membuat Indonesia Menarik di Mata Asing?

Salah satu daya tarik Indonesia adalah skala ekonomi dan potensi pertumbuhannya. Indonesia, dibanding banyak negara berkembang lain, memiliki demografi yang relatif mood pasar domestik besar, serta diversifikasi ekonomi yang makin baik dari konsumsi domesti komoditas, hingga jasa & infrastruktur. Sentimen bahwa ekonomi nasional tetap besar dan likuiditas global tetap melimpah bisa membuat dana global beralih ke Indonesia sebagai “emerging growth play”.

Selain itu, jika otoritas mampu menjaga stabilitas makro (nilai tukar, inflasi) serta memperbarui regulasi pasar modal dan iklim investasi, misalnya memperjelas roadmap infrastruktur, transisi energi hijau, atau reformasi fiskal/struktural, hal ini akan semakin menarik bagi capital asing jangka menengah-panjang yang mencari pasar dengan risiko rasio return/risiko yang menarik.

Terdapat juga fenomena regional di mana banyak investor global melakukan diversifikasi portofolio Asia Tenggara dan negara emerging lain sebagai bagian dari strategi rotasi aset (asset reallocation). Jika Indonesia bisa tampil kompetitif dalam hal valuasi, return dividen, dan stabilitas ekonomi relatif maka bisa menjadi magnet bagi investor asing kembali.

Tantangan & Risiko yang Tetap Menyertai

Namun, bukan berarti 2026 bebas risiko. Beberapa faktor bisa menjadi hambatan signifikan terhadap masuknya kembali modal asing ke saham. Misalnya, kondisi ekonomi global seperti inflasi di negara maju, suku bunga tinggi, ketidakpastian politik atau geopolitik masih bisa menekan appetite terhadap aset negara berkembang termasuk Indonesia. Jika suku bunga global tetap tinggi, return obligasi global bisa tetap lebih menarik daripada ekuitas emerging, sehingga asing tetap berhati-hati.

Dari domestik, kondisi makro seperti inflasi, nilai tukar, dan kebijakan fiskal/moneter menjadi sorotan jika rupiah melemah signifikan atau inflasi melambung, asing bisa khawatir terhadap risiko kurs dan capital loss. Demikian pula, jika regulasi investasi, kebijakan pajak, atau ketidakpastian reguler terus muncul, misalnya kebijakan TKDN, regulasi ekspor komoditas, atau campur tangan politik hal ini bisa merusak kepercayaan asing.