Menperin Temui Menteri PPN, Minta Dukungan RPP Gas Bumi untuk Domestik
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita Jumat (1/11) menemui Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy di Kantornya untuk membahas arah kebijakan industrialisasi dalam RPJPN 2025-2045 dan rancangan RPJMN 2025-2029.
EmitenNews.com - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita Jumat (1/11) menemui Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy di Kantornya.
Dalam pertemuan tersebut keduanya membahas arah kebijakan industrialisasi dalam RPJPN 2025-2045 dan rancangan RPJMN 2025-2029.
“Seperti yang disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas, untuk mencapai target Pembangunan ekonomi, industri manufaktur harus menjadi leading sector-nya. Kami sepakat bahwa untuk mencapai target pembangunan, perlu policy dan strategi yang tepat,” ujar Menperin.
Dalam pertemuan Menperin juga menyampaikan tiga hal. Pertama, mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Domestik. Agus menjelaskan, RPP tersebut telah disetujui dalam Rapat Terbatas oleh Presiden Joko Widodo bulan Juli lalu. RPP tersebut nantinya tidak hanya mengatur kebutuhan gas untuk manufaktur, tapi juga untuk energi dan kelistrikan.
Selain itu, RPP ini juga bisa menjadi game changer bagi kawasan-kawasan industri, karena nantinya dapat mengimpor gas untuk mengelola kebutuhan sektor manufaktur dan energi di kawasannya.
“Kami meminta dukungan Bapak Menteri PPN agar RPP ini bisa segera terwujud,” kata Menperin.
Hal kedua yang disampaikan Menperin adalah mengenai penghitungan Produk Domestik Bruto yang perlu diubah metodologinya. Menurut Agus, terdapat beberapa KBLI yang seharusnya diampu oleh Kemenperin, namun saat ini diampu di sektor lain. Misalnya, kawasan industri yang masuk di sektor properti, juga subsektor perbengkelan yang masuk ke sektor perdagangan.
Menperin mengharapkan, Menteri PPN/Kepala Bappenas untuk memfasilitasi KBLI yang memang saat ini mendapat pembinaan dari Kemenperin dapat masuk dalam penghitungan PDB sektor industri.
Topik ketiga adalah upaya Kemenperin untuk menciptakan nilai tambah sebesar-besarnya melalui industri manufaktur berbasis sumber daya alam maupun mineral. Menperin memberikan masukan beberapa komoditas yang rencana pengembangannya perlu dimasukkan ke RPJMN. Beberapa di antaranya adalah sagu, minyak atsiri, rotan, serta silika yang berpotensi besar untuk pengembangan industri fotovoltaik. Meski demikian, Menperin mengaku realistis bahwa tidak semua komoditas bisa menjadi prioritas dalam RPJMN.
Menanggapi Menteri Perindustrian, Menteri PPN/Kepala Bappenas mengatakan bahwa dirinya berusaha menampung aspirasi untuk merancang kebijakan dalam pengembangan sektor industri manufaktur.
Ia menyampaikan, konsep pohon industri yang berusaha diisi oleh Kementerian Perindustrian dapat membangun industri melalui hilirisasi sekaligus huluisasi. “Tanpa huluisasi yang baik, tidak ada hilirisasi yang berdaya saing dan bernilai tambah,” ujarnya.
Terkait energi, Menteri PPN/Kepala Bappenas berpendapat bahwa tidak ada alasan biaya energi di Indonesia jadi lebih mahal dibandingkan negara lain. Karenanya, diperlukan perencanaan kebijakan yang bai. Pasalnya, kebijakan energi tidak hanya berpengaruh pada industri manufaktur yang selama ini jadi tumpuan, tapi termasuk juga sektor-sektor lainnya.
Menteri PPN/Kepala Bappenas menyampaikan, melalui pertemuan ini, diharapkan sinergi antar-kementerian bisa terjalin, dan berujung pada keberpihakan yang menjadi perhatian penuh Presiden Prabowo Subianto. “Tidak hanya untuk mewujudkan sektor industri yang berdaya saing, tapi juga industri yang menggunakan sebanyak-banyaknya produk lokal, sebanyak-banyaknya SDM lokal, dan memaksimalkan comparative advantage yang kita punya,” pungkasnya.(*)
Related News
Mundur Lagi, Ibu Kota Pindah ke IKN 2028; Setahun Jelang Pilpres
Mau Industri DN Tumbuh? Beli Produk Lokal, Terutama Buatan IKM
Kementerian ESDM Hormati Putusan MK Tentang Cipta Kerja Terkait RUKN
Tarik Investor Asing, Pemerintah Pangkas Daftar Negatif Investasi
Abaikan Wall Street, IHSG Orbit Zona Hijau
Pasar Antisipasi Stimulus Agresif China Respon Pelambatan Ekonomi