EmitenNews.com - Pemerintah mengungkap adanya permainan yang menyebabkan harga MinyaKita jauh di atas harga eceran tertinggi. Kementerian Perdagangan mencium adanya modus busuk operandi yang melibatkan produsen dan distributor dalam rantai pasok minyak goreng untuk rakyat itu. 

Staf Ahli Menteri Perdagangan, Tommy Andana di Jakarta, Selasa (4/3/3035) menyampaikan adanya indikasi kuat beberapa produsen dan distributor tingkat pertama (D1) serta distributor tingkat kedua (D2) sengaja menahan distribusi MinyaKita.

Demikian hasil pengawasan Kemendag bersama Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) serta Satgas Pangan Mabes Polri.

"Mereka menunda peredaran Minyakita di pasar dengan tujuan mencari keuntungan lebih besar. Ini motif yang kami temukan berdasarkan hasil pengawasan langsung di lapangan. Tindakan ini jelas melanggar ketentuan yang berlaku," tegas Tommy Andana.

Kemendag mengambil langkah konkret untuk mengendalikan situasi ini. Selain melakukan pengawasan rutin bersama aparat penegak hukum, pemerintah juga memperketat pendataan terhadap distributor di seluruh wilayah, dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. 

Tujuannya, memastikan data distribusi sesuai dengan laporan resmi yang ada pada Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH), serta meminimalkan peluang manipulasi dalam rantai pasok.

Berdasarkan Indeks Perkembangan Harga (IPH) minggu ketiga Januari 2025, tercatat ada 225 daerah yang mengalami kenaikan harga minyak goreng, baik untuk kategori premium, curah, maupun Minyakita. Fenomena ini menunjukkan adanya disparitas harga yang signifikan antardaerah.

"Ada daerah yang masih menjual di bawah HET, namun banyak juga yang jauh melampaui batas. Ini berarti ada persoalan distribusi dan pengawasan yang perlu diselesaikan," kata Tommy Andana.

Pemerintah menekankan pentingnya sinergi antara daerah, produsen, dan pelaku usaha dalam mendistribusikan minyak goreng agar sesuai ketentuan perundang-undangan. Kemendag terus memantau dan mengendalikan situasi ini agar minyak goreng kemasan rakyat benar-benar bisa dinikmati masyarakat luas dengan harga terjangkau.

"Kenaikan harga MinyaKita di atas HET ini menjadi persoalan serius, terutama karena konsumsi masyarakat terhadap produk ini sangat tinggi. Kelangkaan di pasar modern dan tradisional menimbulkan tanda tanya besar, sementara minyak goreng jenis lain tersedia," ujar Tommy Andana dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di kantor Kementerian Dalam Negeri Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Padahal, data menunjukkan ketersediaan minyak goreng sebenarnya mencukupi. Berdasarkan realisasi Domestic Market Obligation (DMO), produksi MinyaKita mencapai 213.988 ton per bulan, sementara itu kebutuhan minyak goreng kemasan sederhana dan curah hanya 170.000 ton per bulan. Artinya, stok yang ada melebihi kebutuhan nasional hingga 125%.

Pada Januari 2025, realisasi DMO telah mencapai 130.903 ton khusus untuk Minyakita. Sejak 12 November 2024, seluruh DMO minyak goreng difokuskan dalam bentuk MinyaKita, tanpa lagi ada DMO dalam bentuk curah. Logikanya, dengan pasokan yang melimpah ini, harga MinyaKita seharusnya stabil di bawah HET. 

Pemerintah sangat menyayangkan, lantaran masih banyak sekali harga MinyaKita di atas HET di beberapa daerah tertentu. Itu menjadi konsen dan fokus dari Kementerian Perdagangan untuk bisa menurunkan atau bisa mengendalikan agar harga kalau bisa itu di semua daerah sesuai HET. 

“Tentu peran kita semua, pemerintah pusat dan di daerah bisa mengontrol bagaimana harga minyak kita ini benar-benar mengikuti peraturan perundang-undangan," ujar Tommy Andana. ***