Mirae Asset Kasih Sinyal Cuan dari Saham Emas, Ini Alasannya!

Tiga Pembicara dalam Gelaran Media Day by Mirae Asset di Jakarta (12/6).
EmitenNews.com - PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia dalam gelaran Media Day by Mirae Asset Hari ini (12/6/2025) dalam tajuk menilai saham emiten sektor emas berpeluang menjadi pilihan trading jangka pendek (short-term), menyusul penguatan signifikan harga emas global.
Farras Farhan, Research Analyst Mirae Asset, mengatakan bahwa tren harga logam mulia masih berpotensi menguat dalam waktu dekat, yakni 1–3 bulan ke depan.
“Karena ketidakpastian globalnya masih tinggi. Untuk itu, saham-saham emiten terkait emas bisa jadi pilihan trading jangka pendek,” ujar Farras dalam Media Day: June 2025 by Mirae Asset hari ini, Kamis (12/6).
Saat ini, harga emas dunia berada di level sekitar US$3.340 per troy ounce, naik lebih dari 27% dibandingkan posisi akhir 2024. Mirae Asset memproyeksikan rata-rata harga emas tahun ini dapat menembus US$3.100, dengan sentimen penggerak antara lain masa suspensi tarif dagang Presiden AS Donald Trump dan musim perayaan Diwali di India.
“Bulan depan patut diingat juga ada momentum 90 hari masa suspensi tarif dagang Presiden AS Donald Trump terkait kebijakan perdagangan dan politiknya, Selain itu, permintaan emas juga diprediksi akan naik menjelang perayaan Diwali di India pada Oktober yang biasanya turut mendongkrak harga emas global,” ujar Farras.
Meski naik dalam jangka pendek, Farras mengingatkan potensi koreksi harga emas di akhir tahun seiring supply pasokan dari Australia dan penurunan demand (permintaan) global. Namun, ia menegaskan bahwa saham-saham berbasis emas tetap menarik dalam jangka pendek.
Rully Arya Wisnubroto, Head of Research Mirae Asset, menambahkan bahwa risiko geopolitik dan makroekonomi global masih menjadi pendorong utama harga emas dunia sejak awal tahun. Sebagai instrumen safe have, harga emas akan kembali naik jika kondisi global diliputi ketidakpastian atau bahkan jika terjadi sentimen negatif.
Ia menyebut pasar masih menanti kepastian tarif dagang baru AS–China, yang secara jitu akan merespons ekspektasi pasar. Rully mengatakan bahwa, “Kalau nanti keputusan tarif impor barang China ke AS jauh dari rencana awal 30% dan sebaliknya tarif impor AS ke China 10%, maka baru akan ada perubahan di prediksi ekonomi dan pasar keuangan. Pelaku pasar global sudah mengantisipasi level 30%-10% tersebut.”
Dalam kesempatan yang sama, Direktur PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS), Herwin Hidayat, menyampaikan bahwa prospek harga emas tengah dalam tren positif alias uptrend bagi BRMS.
Tahun depan harga emas diprediksi masih dapat menguat lagi seiring dengan permintaan emas dari publik yang tinggi di tengah ketidakpastian global berikut pula aksi para bankir negara-negara besar yang beramai-ramai memborong emas sebelumnya.
“Untuk BRMS, setiap kenaikan harga emas dapat membuat kinerja keuangan lebih positif, bersama dengan faktor lain yaitu peningkatan kapasitas produksi. Kami menargetkan produksi emas tahun ini naik menjadi 70.000-75.000 troy ounce dari 64.983 troy ounce pada 2024,” jelas Herwin.
Dengan kombinasi harga emas yang tinggi dan peningkatan kapasitas produksi, emiten seperti BRMS diyakini akan mendapat dorongan kinerja di tengah sentimen positif tersebut.
Related News

Pertamina Kantongi Pendapatan Rp1.194 Triliun pada 2024

Pemerintah Kembali Bidik Rp26 Triliun dari Lelang SUN 17 Juni

Indonesia Segera Miliki Floating LNG Terbesar ke-9 di Dunia

Kembali Jeblok, IHSG Uji Level Psikologis 7.200

IHSG Rawan Koreksi, Lirik Saham HRTA, BRIS, dan AADI

PT Pindad Luncurkan Kendaraan Listrik Taktis MV3-EV 'Pandu'