EmitenNews.com - Pemerintah concern terhadap penyediaan hunian layak, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Untuk itu, pemerintah sedang menyiapkan reformasi besar dalam kebijakan perumahan. Kementerian Perumahan merancang revisi regulasi yang ditargetkan rampung pada 21 Oktober 2025. Regulasi baru itu, akan menggantikan aturan dalam Kepmen PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023.

Dalam keterangannya yang dikutip Rabu (15/10/2025), Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait mengungkapkan, bakal melakukan revisi terhadap regulasi lama guna memastikan MBR bisa mendapatkan hunian yang tidak hanya terjangkau, tetapi juga layak dan manusiawi.

Kebijakan ini diarahkan untuk memberikan solusi terhadap keterbatasan akses hunian yang dialami kelompok profesional berpenghasilan rendah seperti guru, dosen, perawat, hingga pekerja sektor jasa seperti pegawai restoran. Mereka kerap kesulitan mendapatkan tempat tinggal yang dekat dengan lokasi kerja.

"Prinsipnya, rumah dan tempat tinggal, jangan jauh. Jadi, mereka dekat ke kantor, kalau perlu jalan," ujar Maruarar Sirait.

Regulasi yang dimaksud adalah Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, yang saat ini mengatur bahwa luas tanah minimum untuk rumah umum tapak sebesar 60 meter per segi dan maksimal 200 meter per segi. Luas lantai rumah umum tapak ditetapkan paling kecil 21 meter per segi dan paling besar 36 meter per segi.

Saat ini standar luas rumah untuk MBR berkisar antara 36 hingga 40 meter per segi. Ke depan pemerintah akan menaikkan batas minimum menjadi 45 meter per segi. Kebijakan ini diyakini akan menciptakan ruang hidup yang lebih layak, khususnya bagi keluarga yang memiliki anak.

Revisi regulasi ini ditargetkan rampung pada 21 Oktober 2025, dan akan menggantikan aturan yang tertuang dalam Kepmen PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023.

Sementara itu, pemerintah menyadari masalah skor kredit Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK masih jadi penghambat pengajuan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Masalah ini termasuk yang membuat lambannya serapan anggaran Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait telah menyampaikan masalah tersebut kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Bagusnya, Menkeu Purbaya berjanji membantu mencari cara mengatasi masalah SLIK OJK. Dia pun berpikir bagaimana menghapus syarat skor kredit di SLIK tersebut.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa skor kredit pada SLIK bukan satu-satunya pertimbangan perbankan memberikan kredit pemilikan rumah (KPR), khususnya untuk segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan apabila masyarakat memiliki permasalahan terkait hal tersebut bisa melaporkan aduan melalui kontak 157.

"SLIK dalam proses pemberian kredit dan pembiayaan perumahan sebagai salah satu informasi yang digunakan untuk analisis kelayakan calon debitur dan bukan satu-satunya faktor dalam pemberian kredit pembiayaan," kata Mahendra Siregar dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (24/1/2025). ***