EmitenNews.com - Sudah tersedia sekitar USD3,1 miliar pendanaan awal Just Energy Transition Partnership (JETP). Bagian dari anggaran senilai USD20 miliar itu, siap dimanfaatkan untuk mempercepat implementasi berbagai proyek energi bersih di Indonesia.

Sekitar USD5,5 miliar lainnya saat ini masih dalam proses negosiasi untuk proyek-proyek yang ada dalam pipeline.

“Dari dana yang USD20 miliar, yang sudah dimobilisasi adalah USD3,1 miliar dengan skema JETP dan USD5,5 miliar lagi dalam proses negosiasi untuk proyek-proyek konkret,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/12/2025).

Pada Jumat (5/12) ini, Pemerintah telah menggelar rapat koordinasi perkembangan JETP bersama perwakilan negara-negara IPG, GFANZ, Asian Development Bank (ADB), World Bank dan Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), serta duta besar negara mitra.

Penting dicatat sejumlah proyek prioritas telah masuk daftar JETP, baik yang sudah disiapkan maupun yang menunggu persetujuan pendanaan.

Terdapat sejumlah proyek yang segera diproses untuk mendapatkan pendanaan JETP. Mulai dari PLTS Terapung Saguling, PLTP Muara Laboh, PLTSa Legok Nangka, jaringan transmisi di koridor Sulawesi, PLTB di Sumatera Selatan, hingga program dedieselisasi (program penggantian PLTD dengan energi terbarukan).

Bagusnya, komitmen pendanaan JETP untuk Indonesia juga telah meningkat dari 20 miliar dolar AS menjadi USD21,4 miliar. Itu terdiri atas USD11 miliar dari International Partners Group (IPG) serta USD10 miliar dari Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).

Menurut Menko Airlangga, peningkatan itu menjadi cerminan kuatnya kepercayaan internasional terhadap proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia. Pimpinan JETP yang kini dipegang Jepang bersama Jerman memberikan sejumlah arahan prioritas termasuk percepatan pemanfaatan solar rooftop.

Arahan prioritas juga mencakup kejelasan rencana lanjutan pengembangan energi terbarukan lainnya, serta penguatan proses pengadaan dan tender. Terutama seiring dengan target penambahan kapasitas pembangkit 70 gigawatt (GW) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034.

“Ini sebuah proyek komitmen besar. Oleh karena itu, dengan ketersediaan dana USD21,4 miliar adalah sebuah dana yang besar. Tergantung kepada Indonesia dan lintas-kementerian untuk mengakselerasikan,” kata Airlangga.

Sebagai bagian dari upaya mempercepat pengembangan energi bersih, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Transisi Energi dan Ekonomi Hijau (Satgas TEH). Mandatnya, mendorong percepatan implementasi JETP, termasuk akselerasi JETP 2.0, agar pendanaan yang tersedia dapat benar-benar membantu mempercepat pencapaian target NDC Indonesia.

Airlangga berharap keseluruhan paket pendanaan tersebut dapat segera direalisasikan melalui program-program konkret yang sudah dalam pipeline, mengingat dokumen pendukung dan keterlibatan lembaga pembiayaan, termasuk ADB, telah disiapkan.

Kita tahu, JETP merupakan komitmen pendanaan untuk mendukung transisi energi Indonesia yang disepakati pada Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali, November 2022. Kerja sama ini melibatkan Indonesia dan negara-negara maju dalam International Partners Group (IPG).

Asal tahu saja. Setelah AS menarik diri, kepemimpinan IPG kini dipegang Jerman dan Jepang, dengan anggota Denmark, Inggris, Italia, Kanada, Norwegia, Perancis dan Uni Eropa.

Keluarnya AS, menurut Airlangga Hartarto, tidak memberikan dampak signifikan terhadap kelanjutan kerja sama tersebut karena pendanaan JETP bersifat gotong royong dan tidak bergantung pada satu negara. ***