EmitenNews.com - Dunia kepariwisataan perlu menyikapi isu serius ini. Imej dunia wisata Bali dinilai sudah berubah. Karena itu, muncul sebuah petisi berjudul 'Basmi Polusi Suara di Canggu'. Di dalamnya, netizen curhat tentang imej Bali yang sudah tak seperti dulu lagi. Petisi oleh P Dian di situs Change.org ini berisikan tentang kualitas pariwisata Canggu yang mulai memburuk karena banyaknya pesta untuk turis tiap hari.


Tidak main-main. Petisi itu mendapat sambutan luas. Jangan heran, kolom komentar dari petisi ini juga tak kalah ramai. Banyak yang mengeluh bahwa imej Bali sudah berubah. Musik dan pesta malam di Canggu terus menggema di atas pukul 22.00. Kebisingan bahkan berlanjut hingga pagi harinya.


Selama ini, wisatawan ke Bali untuk menikmati keindahan alam, keaslian budaya, selain untuk mencari ketenangan, dan tentu saja kenyamanan. Kalau semua itu, hilang, berganti dengan dugem, pesta hura-hura, hingga dini hari, banyak yang khawatir, daya tarik Bali akan kalah dengan destinasi lain, bahkan dari negara lain.


Petisi yang ramai mendapat dukungan itu, ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, Gubernur Bali hingga para pemegang kepentingan dan tokoh adat Bali. Sang pembuat petisi P Dian menyoroti kehidupan malam Canggu. Kebisingan pesta tanpa kenal waktu membuat warga sakit kepala.


"Kami bersama-sama mewakili penduduk Bali dan terutama kami yang bekerja dan tinggal di Canggu, yang merasa sangat menderita sebelum pandemi dan kini saat setelah pandemi Covid-19.” Demikian petisi tersebut.


Dalam pembuka petisi itu: tertulis keterenyuhan melihat Bali yang begitu terkenal karena kedamaian, keindahan, dan budayanya yang memenangkan, Pulau Bali sebagai pulau no 1 di dunia, kini dibiarkan dirusak habis-habisan oleh bar-bar, beach club-beach club, night club-night club. “Tiada hari tanpa party, kira-kira begitulah Canggu hari-hari ini. 'Wisata malam' sudah bergeser hingga pagi.”


Saat ini kawasan Canggu digambarkan, sudah sangat bising. Hampir setiap malam dalam seminggu, setiap minggu, setiap bulan, sebelum maupun kini setelah pandemi Covid-19, tidak dimungkinkan warga beristirahat tidur di malam hari. Pada  jam-jam normal, terutama di atas jam 22.00 suara menggelegar dari bar-bar terbuka baik di Batu Bolong maupun di Brawa, bersebelahan dengan pura-pura suci Bali, sebegitu kerasnya.


“Begitu kerasnya sampai kaca-kaca jendela dan pintu bergetar. Lebih parah daripada gempa bumi. Dan gangguan suara ini, berlangsung hampir setiap malam, hingga jam 1, jam 2, jam 3, bahkan kadang jam 4 pagi." Demikian petisi itu.


Petisi itu menagih pemerintah soal target Bali untuk menjadi destinasi yang tetap menjaga kesucian. Sayangnya,  'wisatawan murahan' merusaknya dengan hura-hura dan mabuk-mabukan.


"Pendapatan pemerintah dari wisata murahan ini sambil nama Bali dirusak habis-habisan di dunia internasional, tentunya tidak sebanding dengan hilangnya pendapatan dari villa-villa hotel-hotel setempat karena ribuan yang sudah angkat kaki tidak lagi mau tinggal di area Canggu dan bahkan tidak mau lagi ke Bali." ***