EmitenNews.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, bahwa langkah pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) serta pemberian Perintah Tertulis kepada pihak-pihak tertentu pada 23 Juni 2023.

Hal itu sudah berdasarkan pada Peraturan Pengawasan yang tepat, dan juga bertujuan untuk melindungi konsumen dari kerugian yang semakin besar serta untuk mencegah bertambahnya masyarakat calon konsumen baru yang dirugikan.

Dalam siaran pers, Jumat (05/7), Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa mengungkapkan, bahwa pencabutan ijin usaha Kresna Life telah didahului oleh proses pengawasan OJK dalam waktu yang cukup panjang dengan pemeriksaan langsung maupun tidak langsung, yang menemukan adanya konsentrasi investasi dana asuransi Kresna Life pada saham-saham yang dinilai terafiliasi grup Kresna dan pencatatan kewajiban yang lebih kecil dari seharusnya yang menyebabkan rasio solvabilitas (risk based capital) lebih rendah dari ketentuan.

Sebelum melakukan pencabutan ijin usaha, OJK telah memberikan kesempatan perbaikan cukup panjang untuk mendorong Kresna Life segera memperbaiki kondisi keuangannya.

 

"OJK juga secara konsisten menerbitkan sanksi-sanksi untuk setiap jenis pelanggaran ketentuan yang terjadi secara bertahap," jelas Aman.

Lebih lanjut disampaikan, OJK telah memberikan waktu yang cukup kepada direksi maupun Pemegang Saham untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan. Namun Kresna Life tidak mampu memenuhi rasio solvabilitas sesuai ketentuan dan tidak dapat menutup defisit keuangan melalui setoran modal oleh pemegang saham pengendali (PSP) atau mengundang calon investor.

 

Dari hasil pemeriksaan, lanjut Aman, SP Kresna Life tidak mengeluarkan dana segar untuk menyehatkan perusahaan. Pembayaran kepada pemegang polis yang diklaim sebagai bukti tanggung jawab pemegang saham berasal dari aset Kresna Life yang telah ada.

Upaya penyehatan dengan menawarkan konversi kewajiban pemegang polis menjadi pinjaman subordinasi (Subordinated Loan/SOL) yang disampaikan dalam Rencana Penyehatan Keuangan tidak dapat dilaksanakan karena terdapat sebagian besar pemegang polis yang menolak dan tidak adanya perjanjian konversi SOL yang sudah diaktanotariilkan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

Selain itu, hasil analisis atas program konversi SOL yang disampaikan Kresna Life ke OJK menunjukkan masih adanya defisit yang harus ditutup dengan tambahan modal dari PSP.

Namun, permintaan OJK kepada PSP untuk menutup perkiraan sisa defisit setelah program konversi SOL dijalankan, tidak pernah dipenuhi.  

 

Pada faktanya, program SOL yang ditawarkan oleh direksi bukan subordinate loan yang pada umumnya merupakan pinjaman dari pemegang saham untuk memperbaiki kesehatan keuangan perusahaan bermasalah.

Apabila program konversi SOL yang ditawarkan Kresna Life terlaksana, kedudukan hukum pemegang polis jatuh tempo yang berhak atas pembayaran manfaat (klaim) asuransi akan menjadi pemberi pinjaman.