Pakar Hukum Minta Tinjau Ulang Proses Seleksi DK LPS, Ini Alasannya

Ilustrasi Lembaga Penjamin Simpanan. Dok. SINDOnews.
EmitenNews.com - Proses seleksi Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (DK LPS) 2025-2030 diminta agar diulang. Pasalnya, ditemukan perbedaan substansi antara aturan yang dikeluarkan oleh panitia seleksi (pansel) dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
"Ketidaksesuaian tersebut dianggap dapat memicu persoalan hukum dan mencederai integritas proses seleksi," ucap pengamat hukum dari Universitas Airlangga Hardjuno Wiwoho dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (14/7/2025).
Hardjuno Wiwoho meminta Presiden Prabowo Subianto dan kementerian terkait agar segera meninjau ulang seluruh proses seleksi Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (DK LPS) 2025-2030.
Dalam pengumuman resmi seleksi yang dirilis oleh Pansel DK LPS, terdapat syarat yang menyatakan bahwa calon tidak boleh menjadi konsultan, pegawai, pengurus, dan/atau pemilik bank atau perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah, baik langsung maupun tidak langsung pada saat ditetapkan.
Padahal, dalam Pasal 67 huruf i UU 24/2004, ketentuan tersebut dituliskan tanpa embel-embel waktu "pada saat ditetapkan".
Selengkapnya, pasal itu berbunyi: ”bahwa calon anggota Dewan Komisioner harus memenuhi persyaratan, bukan sebagai konsultan, pegawai, pengurus, dan/atau pemilik bank atau perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah, baik langsung maupun tidak langsung."
Dalam hierarki peraturan perundang-undangan, peraturan turunan seperti ketentuan pansel tidak bisa mengubah substansi yang telah diatur dalam UU.
Untuk itu, jika pansel berkehendak memperlonggar syarat seleksi, maka seharusnya terlebih dahulu mengubah UU melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bukan menabraknya lewat pengumuman administratif.
“Jika dibiarkan, hasil seleksi ini cacat hukum dan bisa dibatalkan sepenuhnya,” tegas Hardjuno Wiwoho.
Hardjuno Wiwoho lalu mengingatkan bahwa lembaga seperti LPS, yang memegang mandat publik dan stabilitas sistem keuangan nasional, harus dijaga dari intervensi politik dan konflik kepentingan.
Jika sedari seleksi sudah menabrak hukum, publik akan sulit percaya pada integritas lembaga tersebut.
Kepada pers, ekonom Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) YKP Yogyakarta Aditya Hera Nurmoko juga menilai ketidaksesuaian ketentuan panitia seleksi DK LPS dengan UU dapat berdampak luas terhadap persepsi publik dan pelaku pasar terhadap tata kelola sistem keuangan nasional.
“Masalah ini bukan sekadar formalitas. LPS adalah lembaga strategis dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan," ujar Aditya.
Prinsip dasar sektor keuangan merupakan trust atau kepercayaan, yang tidak hanya dibangun lewat kinerja teknis, tetapi juga melalui integritas dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.
LPS berfungsi sebagai penjamin terakhir dalam kondisi krisis perbankan, sehingga legitimasi moral dan hukum dari para komisionernya harus betul-betul bersih sejak proses seleksi.
Oleh karenanya, Aditya menyarankan agar Pemerintah segera merapikan proses seleksi sesuai amanat UU. Jika memang perlu ada kelonggaran atau revisi syarat, disarankan bahwa mekanismenya bukan melalui pengumuman pansel, melainkan lewat perubahan UU melalui DPR.
“Jangan sampai karena satu celah administratif, kita kehilangan kepercayaan pasar yang dibangun bertahun-tahun. Dalam dunia keuangan, kepercayaan itu bukan sesuatu yang bisa ditawar,” tuturnya.
Related News

BEI Ungkap Transaksi Baru Underlying Single Stock Futures (SSF)

Ini 26 Nama yang Lolos Seleksi Administratif DK LPS, 8 dari Internal

KSEI Soroti Ketahanan Emiten di Tengah Gejolak Global

Target 66 IPO Tahun Ini Belum Tercapai, Begini Kata BEI

BEI Tegur Ajaib Sekuritas Lagi, Tapi Kasusnya Beda

OJK Catat 35 Emiten Buyback Tanpa RUPS, Nilainya Rp3,38 Triliun