Pakar UI Ini Minta Indonesia Batalkan Saja Nego Tarif dengan AS

Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana. Dok. JPNN.
EmitenNews.com - Batalkan saja rencana Indonesia bernegosiasi dengan Amerika Serikat. Dalam pandangan pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, usai Presiden AS Donald Trump menetapkan tarif 32% untuk barang asal RI, apalagi yang akan dinegosiasikan. Karena itu, ia menyarankan Menko Perekonomian Airlangga yang akan memimpin tim negosiasi, balik kanan dan kembali ke Indonesia.
"Menurut saya, Pak Menko nggak perlu datang, kalau sudah di Amerika, batalkan pertemuan dengan pihak AS. Kenapa? Karena surat sudah dikeluarkan oleh Trump dan mengatakan bahwa Indonesia akan dikenakan 32%. Pertanyaannya lalu mau negosiasi apa?" kata Hikmahanto Juwana kepada wartawan, Rabu (9/7/2025).
Presiden Trump sudah membuat ancaman yang jelas terhadap negara-negara anggota BRICS, salah satunya Indonesia. Karena itu, dia mengatakan RI sebaiknya membatalkan negosiasi dengan AS.
"Trump sudah mengancam bahwa terhadap negara-negara BRICS akan dikenakan tambahan 10%, berarti RI 42%. Lalu, apa negosiasi mau mengatakan kalau kita akan keluar dari BRICS? Kan tidak mungkin. Jadi, Pak Menko batalkan pertemuan dengan pihak Amerika Serikat, siapa pun itu, kembali," ujarnya.
Satu hal, Hikmahanto Juwana memprediksi tarif Trump akan mendapat perlawanan di dalam negeri AS. Dengan begitu, ia meminta RI tak panik menyikapi tarif dari Trump.
"Tunggu saja tanggal 1 Agustus, benar nggak dikenakan? Siapa tahu di Amerika Serikat, kebijakan ini akan dihajar lagi oleh bursa di Amerika Serikat dan akhirnya Trump akan memundurkan lagi. Jadi jangan terlalu terburu-buru, jangan terlalu panik menurut saya, nggak usah panik," ucapnya.
Hikmahanto menyarankan Indonesia membentuk koalisi dengan sejumlah negara untuk menghadapi tarif impor Trump. Menurut Hikmahanto, RI dan sejumlah negara dapat membentuk kesan AS sebagai musuh bersama.
Yang harus Indonesia lakukan sekarang ini adalah berkoalisi dengan negara-negara lain, menyatukan kekuatan untuk ‘melawan’ keputusan kontroversial Trump itu. Jadi, seolah banyak negara itu menganggap punya musuh bersama, common enemy, yaitu Donald Trump. Jadi, banyak yang melawan.
Hikmahanto Juwana mencontohkan, Indonesia dapat membentuk koalisi bersama sejumlah negara tetangga. Perlawanan berbagai negara terhadap tarif Trump dapat membuat situasi di AS bergejolak.
"Kalau kita bersatu, berkoalisi, nanti yang akan menderita itu rakyat Amerika Serikat. Karena mereka yang akan membayar tarif-tarif tinggi itu. Jadi, sudah biarin saja, nanti rakyat Amerika yang akan menentukan nasib dari Trump, kita tunggu. Sekali lagi yang perlu saya sampaikan, kita tunggu, jangan kemudian kita datang ke sana," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Trump mengancam Indonesia jika berani membalas tarif yang diberikan AS. Ancaman tersebut berupa pengenaan tarif lebih tinggi dari yang sudah ditetapkan 32%. Trump mengemukakan akan ada tambahan tarif 10 persen, bagi negara manapun yang menjadi anggota BRICS.
Presiden Trump meyakini, BRICS ada untuk melawan AS. Negara-negara yang berkumpul di dalamnya untuk merontokkan dolar Amerika Serikat. Karena itu, harus mendapat sanksi keras.
Sejauh ini, pemerintah masih menganggap terdapat ruang untuk bernegosiasi tarif impor dengan pihak AS. Karena itu, usai menghadiri pertemuan BRICS di Brasil, Menko Airlangga yang ikut mendampingi Presiden Prabowo Subianto tidak pulang ke Tanah Air, tetapi langsung terbang ke Amerika. Misinya, bernegosiasi untuk menurunkan tarif impor 32 persen, yang akan diberlakukan 1 Agustus mendatang.
Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arif Havas Oegroseno mengatakan masih ada waktu bagi Indonesia untuk melakukan negosiasi. Ia mengaku sudah berkonsultasi dengan Menko Airlangga yang saat itu masih ada di Brasil.
“Surat Trump kan kasih space sampai 1 Agustus, jadi masih ada waktu untuk negosiasi,” kata Wamenlu di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025).
Arif berharap negosiasi yang dilakukan oleh Airlangga berjalan dengan baik. "Masih berproses. Dan ini suratnya standar. Tadi saya sudah lihat juga suratnya Amerika Serikat untuk beberapa negara. Itu kalimatnya semua sama, tinggal langkahnya aja lain-lain." ***
Related News

New Experience Stasiun Tanah Abang Siap Tampung 300 Ribu Penumpang

Satgas Pangan Polri Periksa Empat Produsen Beras Nakal

Wujudkan Swasembada Pangan dan Hentikan Impor, Ini Langkah Kementan

Data Satgas PKH, Alih Fungsi Hutan Jadi Lahan Sawit Terluas di Riau

Nelangsanya Nasib 230 KK Transmigran Asal Jateng di Nunukan

Kejagung Pertimbangkan Tersangka Riza Chalid Masuk DPO