EmitenNews.com - Krisis energi Eropa yang dimulai sejak beberapa bulan terakhir, kini mulai melanda negara Asia seperti Cina dan India. Krisis dipicu oleh pemulihan ekonomi akibat menurunnya pandemi Covid-19 di beberapa negara. Permintaan terhadap pasokan energi terutama di sektor industri, meningkat pesat. Akibatnya, harga komoditas energi kian melonjak.


International Energy Agency (IEA) menyebutkan, harga kebutuhan energi di Jerman dan Spanyol pada September 2021, meningkat tiga sampai empat kali dari rata-rata biaya konsumsi energi pada tahun 2019 dan 2020. Sementara itu, dikutip dari CNN (13/10), Central Electricity Authority (CEA) India mencatat, setidaknya 63 dari 135 pembangkit listrik tenaga batu bara di India hanya memiliki pasokan untuk dua hari.


Di Indonesia, konsumsi listrik yang tinggi sepanjang tahun 2021, diprediksikan PT PLN (Persero) meningkat 4,5 hingga 4,75 persen dibandingkan konsumsi listrik tahun lalu.


Kepala Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dr. Ir. Eko Budi Lelono, mengatakan gelombang krisis energi yang terjadi di sejumlah negara menjadi peringatan sekaligus pelajaran bagi Indonesia untuk menjaga ketahanan energi.


“Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mewujudkan ketahanan energi nasional adalah dengan membangun aspek geologi. Pengembangan aspek geologi juga berpotensi mendukung setidaknya 8 dari 17 target Sustainable Development Goals (SDGs),” ungkap Eko dilansir dari laman Pertamina.


Dikutip dari CNBC (13/10), Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan Indeks Ketahanan Energi Indonesia saat ini masih berada di angka 6,57. Angka ini berada pada rentang kategori tahan. Namun menurut Eko Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar untuk meningkatkan indeks ketahanan energi setiap tahunnya.(fj)