Pelambatan Ekonomi China Bayangi Kinerja Industri Pengolahan Indonesia
EmitenNews.com - Perlambatan ekonomi China sebagai mitra dagang utama Indonesia masih terus membayangi kinerja industri pengolahan nonmigas hingga akhir tahun 2023. Meskipun pertumbuhan ekonominya cukup tinggi pada triwulan III-2023, impor China dari beberapa negara termasuk Indonesia melandai pada November lalu.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, mengungkapkan ekspor produk industri pengolahan nonmigas ke China tercatat turun 6,44% dibandingkan bulan sebelumnya. Meskipun demikian, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK-BI) masih menunjukkan optimisme yang baik pada akhir tahun 2023 ini. Demikian pula dengan Indeks Kepercayaan Industri bulan Desember ini.
“Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Desember 2023 mencapai 51,32. Meskipun turun 1,11 poin dibandingkan November 2023, IKI masih ekspansi. Nilai ini juga meningkat 0,42 poin dibandingkan dengan nilai IKI Desember tahun lalu yang sebesar 50,90,” kata Febri ketika menyampaikan rilis IKI Desember 2023 di Bali, Kamis (28/12).
Febri menjelaskan, perlambatan ini dipengaruhi oleh penurunan nilai IKI pada 17 subsektor industri pengolahan nonmigas. Kemudian, semua variabel pembentuk IKI mengalami penurunan, yaitu variabel pesanan baru turun 1,41 poin menjadi 53,44, variabel produksi turun 0,64 poin menjadi 53,86 dan variabel persediaan produk yang masih mengalami kontraksi dan mengalami penurunan nilai IKI sebesar 1,08 poin menjadi 42,21.
Kondisi ini menunjukkan terjadi tren peningkatan persediaan/stok produk pada industri pengolahan yang merata hampir di semua subsektor. Dari 23 subsektor industri pengolahan nonmigas, hanya dua subsektor yang variabel persediaannya mengalami ekspansi karena stok tersalurkan ke pasar.
Berkurangnya jumlah hari kerja efektif karena Natal dan Tahun Baru menyebabkan penurunan produktivitas industri pengolahan nonmigas di bulan Desember 2023. Kondisi pasar global juga belum pulih dan stabil, mengakibatkan perlambatan permintaan produk (pesanan) dari luar negeri. Ekonomi China kembali melemah, dilihat dari deflasi ditingkat konsumen (CPI) dan produsen (PPI), kenaikan suku bunga riil, penurunan impor China.
Iklim usaha di Indonesia sendiri pada akhir tahun ini diwarnai dengan penurunan harga komoditas ekspor dan kenaikan harga energi. Kondisi ini menyebabkan perusahaan yang telah mempersiapkan produknya untuk akhir tahun belum dapat tersalurkan ke pasar secara optimal sehingga terjadi penumpukan stok produk.
Penurunan terbesar nilai IKI dialami oleh industri komputer, barang elektronik & optik yang sekaligus menjadikan subsektor yang memiliki kontraksi tertinggi atau nilai IKI terendah. Subsektor ini sejak bulan Oktober 2023 terus mengalami peningkatan kontraksi.
Industri yang perlu mendapatkan perhatian lainnya adalah industri tekstil serta industri pengolahan lainnya. Faktor dominan yang menyebabkan nilai IKI turun adalah pasar yang belum pulih terutama pasar luar negeri, daya saing harga jual dengan produk impor, ketersediaan bahan baku/penolong, dan waktu tunggu pengiriman.
Lebih detail, Febri menjelaskan IKI yang ekspansi dipengaruhi oleh ekspansinya nilai IKI pada 15 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB triwulan III - tahun 2023 sebesar 86,3%. Dari 15 subsektor tersebut, lima subsektor mengalami kenaikan nilai IKI.
Peningkatan nilai IKI terjadi pada subsektor industri pengolahan tembakau, industri pakaian jadi, industri peralatan listrik, reparasi dan pemasangan mesin/alat, dan industri minuman. Dua subsektor di antaranya berubah dari kontraksi menjadi ekspansi dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu industri peralatan listrik serta jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan.
Febri menjelaskan, secara umum, kondisi kegiatan usaha industri di bulan Desember 2023 tetap terjaga dari bulan November 2023, dilihat dari kenaikan persentase jawaban responden yang menjawab kondisi usahanya membaik dan tetap mencapai 78,6%.
Tingkat optimisme pelaku usaha enam bulan ke depan naik dari 61,41% menjadi 62,39%. Faktor dominan optimisme pelaku usaha antara lain dari kondisi pasar, kebijakan pemerintah pusat dan daerah, proses perizinan, dan inflasi. Hampir semua subsektor memiliki ekspektasi atau optimisme yang besar terhadap kondisi bisnisnya di semester I - 2024 mendatang.
Industri barang galian bukan logam memiliki optimisme terendah, yaitu sebesar 42,69%, sekaligus memiliki pesimisme tinggi yaitu sebesar 21,37%. Hal ini diduga akibat kondisi over supply yang terjadi di Indonesia. Di sisi lain, investasi baru subsektor ini terus masuk. Optimisme rendah juga merupakan ekspektasi industri kayu, barang kayu, dan gabus (49,29%), sedangkan pesimisme tertinggi dan tinggi merupakan ekspektasi dari industri pakaian jadi (23,18%) dan industri tekstil (20,14%).
Menghadapi kondisi ke depan, Kementerian Perindustrian terus berupaya melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait moratorium industri semen, serta penetrasi pasar nontradisional dengan melakukan business matching dan kerjasama internasional.
Berdasarkan data, terjadi peningkatan ekspor nonmigas ke negara Persatuan Emirat Arab (PEA) sebesar 2,73% (mtm) yang diduga pengaruh implementasi IUAE—CEPA pada 1 September 2023. Beberapa produk ekspor nonmigas Indonesia ke PEA yang meningkat di November 2023 di antaranya lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85), kertas, karton dan barang daripadanya (HS 48), serta kendaraan dan bagiannya (HS 87).(*)
Related News
Potensi Aset Rp990 Triliun, Asbanda Siap Dukung Pembiayaan PSN
Ajak Investor Inggris Investasi di EBT, Menteri Rosan Buka Peluangnya
PKPU Pan Brothers (PBRX) Soal Utang Rp6,25T Diperpanjang 14 Hari
Maya Watono Kini Pimpin InJourney, Ini Profilnya
Pascapemilu, Investor Global Kembali Pindahkan Portofolionya ke AS
Belum Berhenti, Harga Emas Antam Naik Lagi Rp12.000 per Gram