EmitenNews.com - DPR dan pemerintah tengah membahas pencermatan klaster dan pasal RUU tentang KUHAP. Pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), harus tuntas, paling lambat akhir 2025. Jika tidak disahkan sebelum 2 Januari 2026, semua tahanan di Kepolisian, dan Kejaksaan bisa dibebaskan. Dalam rapat Kamis (13/11/2025), baru disepakati menghapus ketentuan bahwa Polri penyidik tertinggi. 

Dalam keterangannya yang dikutip Jumat (14/11/2025), Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej meminta DPR dan pemerintah segera menuntaskan RKUHAP  paling lambat pada akhir tahun ini. Implikasi dari KUHAP yang tidak segera disahkan sebelum 2 Januari 2026, semua tahanan Kepolisian hingga Kejaksaan bisa dibebaskan. 

"Kalau KUHAP tidak disahkan, semua tahanan di Kepolisian dan Kejaksaan bisa dibebaskan," ujar Wamen Hukum Eddy dalam rapat kerja dengan Badan Legislasi DPR, Kamis (18/9/2025).

Eddy menanggapi pernyataan legislatif yang mengalihkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana kepada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2026. Ia mewanti-wanti jangan sampai itu terjadi, karena implikasinya sangat luas.

Para tersangka ditahan berdasarkan syarat objektif yang masih mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) lama. Hal itu termaktub dalam Pasal 21 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 

Satu hal, Indonesia sudah memiliki KUHP baru, yakni mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang-Undang Hukum Pidana. Beleid itu akan berlaku pada 2 Januari 2026. 

Kalau itu terjadi, aparat penegak hukum kehilangan legitimasi untuk menahan para tersangka. Karena syarat objektif pada KUHAP masih mengacu pada KUHP lama yang tidak akan berlaku sejak 2 Januari 2026, kelak. 

"Pada 2 Januari 2026, KUHP lama sudah tidak berlaku. Maka aparat penegak hukum akan kehilangan legitimasi untuk melakukan upaya paksa," ujarnya.

Ketua Badan Legislasi Bob Hasan mengatakan Komisi III DPR sebenarnya menargetkan agar RKUHAP bisa rampung pada tahun ini. Namun, atas tuntutan publik, Komisi III harus memasukkan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas 2025. 

"KUHAP itu sebenarnya targetnya tahun ini harus selesai, tetapi kemudian atas dasar tuntutan publik, kita harus menyelesaikan prolegnas atau perampasan aset tadi. maka kita memasukan perampasan aset dalam 2025," ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan RKUHAP idealnya harus diselesaikan paling lambat Desember 2025 atau sebelum KUHP baru berlaku. Bila KUHP baru belum berlaku pada 2 Januari 2026, maka pemerintah akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) untuk menundanya. 

Sementara itu, Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan, pihak legislatif dan pemerintah akan membahas soal draft rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset. Akan tetapi, beleid tersebut baru akan masuk dalam daftar pembahasan dan program legislasi nasional (Prolegnas) usai lembaga legislatif tersebut menuntaskan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Saat ini, Komisi III masih menggodok draft revisi KUHAP yang rumusan terbarunya sudah disebarkan ke masyarakat sebelum reses Idulfitri 1446 Hijriah.

“Pertama memang sesuai dengan mekanismenya kita akan membahas KUHAP dulu,” kata Puan Maharani pada Parlementaria di Gedung Nusantara, Rabu (7/5/2025).

Puan Maharani mengatakan, pembahasan RUU Perampasan Aset tidak akan dilakukan tergesa-gesa. DPR pun berniat untuk lebih dulu menerima masukkan dari sejumlah kelompok dan kalangan masyarakat tentang rumusan beleid baru tersebut.

“Kalau tergesa-gesa nanti tidak akan sesuai dengan aturan yang ada, dan kemudian tidak akan sesuai dengan mekanisme yang ada itu akan rawan,” kata politikus PDI Perjuangan tersebut. ***