Pemerintah Cari Keseimbangan Antara Produksi Migas dan Pengurangan Emisi
EmitenNews.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaruh perhatian secara serius dalam menurunkan emisi karbon di sektor hulu minyak dan gas bumi. Kendati begitu, target peningkatan produksi migas tetap menjadi prioritas demi menjaga ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor.
"Kami berupaya mencari keseimbangan antara penambahan produksi migas dengan pengurangan emisi karbon," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji pada webinar memperingati 20 tahun berdirinya Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia ESDM, Rabu (13/10).
Pemerintah menargetkan peningkatan produksi minyak bumi menjadi 1 juta barel per hari (bopd) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (MMscfd) gas di 2030. "Demi memperhitungkan perubahan iklim melalui emisi karbon, kami akan melakukan Carbon Capture, Storage, and Utilization (CCSU) di lapangan (migas) yang memiliki kandungan CO2 tinggi," tambahnya.
Di Indonesia, kapasitas penampungan CO2 mencapai total 1,5 Giga Ton CO2 di depleted minyak dan gas reservoir yang diidentifikasi. Untuk itu, pemerintah telah memetakan lokasi-lokasi yang dimaksud untuk penerapan CCSU.
Terdapat enam proyek CCSU potensial yang tengah dalam tahap kajian. Pertama, proyek di Gundih yang merupakan pengembangan antara ITB, J-Power, dan Janus.
Lalu proyek CO2-EOR Sukowati oleh PT Pertamina EP juga tengah dikembangkan dengan menggandeng Japex dan Lemigas. Penerapan CCUS dan EOR lainnya tengah dikaji di lapangan Limau Biru oleh Japex dan Lemigas yang juga terlibat dalam proyek MRV methodology.
Dua proyek lainnya adalah proyek Sink Match oleh ITB dan Janus, serta proyek CCUS di Tangguh oleh BP Berau Ltd dan ITB.
"Dari tiga proyek CCUS di Gundih, Sukowati, dan Tangguh diharapkan bisa menyimpan CO2 sebanyak 50 juta ton nantinya," papar Tutuka.
Strategi selanjutnya, pemerintah akan mengupayakan agar industri hulu migas bisa melakukan efisiensi energi termasuk mengurangi flaring dan venting. Stretegi lain yang ditempuh adalah mengimplementasikan perdagangan karbon (carbon cap and trade) dan mempromosikan carbon offsetting. "Jadi bisa diperdagangkan, tapi kita harus punya aturannya," jelasnya.(fj)
Related News
Target Pajak Baru 76 Persen, Sisa Waktu Dua Bulan Ini Langkah DJP
CIMB Niaga Optimalkan Transaksi Mata Uang Lokal Antarnegara
BTN (BBTN) Paparkan Solusi Pencapaian Program 3 Juta Rumah
Tambah 10 Persen Saham Freeport Untuk RI, Tunggu Hitungan Investasi
Kemenkeu Dukung Pemanfaatan Lahan BLBI untuk Program Rumah Rakyat
Cadangan Devisa Oktober 2024 Naik USD1,3 Miliar Jadi USD151,2 Miliar