Pengiriman Kepala Babi, Tempo Minta Polri Usut Pelaku Teror Pers

Teror kepala babi. Dok. Tempo.
EmitenNews.com - Ramai-ramai sejumlah pihak mengutuk peristiwa pengiriman kepala babi ke Tempo. Kemarin, Jumat (21/3/2025), redaksi Tempo resmi melaporkan teror terhadap pers itu, ke Bareskrim Polri. Sorenya, laporan bernomor STTL/153/III/2025/BARESKRIM tersebut telah diterima pihak Bareskrim. Tempo meminta polisi mencari pengirim, termasuk otak di balik teror penghambat kerja jurnalis tersebut.
Tak ayal, insiden tersebut menjadi perhatian dan mendapat kecaman berbagai pihak. Di antaranya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan, adanya teror itu, semakin menunjukkan bahwa Indonesia bukan negara hukum yang demokratis dan tidak menjamin kebebasan pers.
"YLBHI mengecam keras tindakan teror pengiriman bangkai kepala babi dan upaya-upaya pembungkaman lainnya terhadap Tempo dan karya-karya jurnalistiknya," kata YLBHI, dalam keterangan pers, Kamis (20/3/2025).
Dalam catatan YLBHI, serangan dan kekerasan terhadap pers tidak hanya kali ini terjadi. Ironisnya, pemerintah dan aparat keamanan juga dinilai lamban menyikapi serangan dan kekerasan terhadap pers. Bahkan, ada kesan tidak serius.
"Dalam 5 tahun terakhir, kekerasan tersebut juga semakin brutal terjadi di mana-mana. Seiring dengan kinerja Pemerintah dan DPR yang semakin ugal-ugalan dan tirani dalam menyusun kebijakan," ujar YLBHI.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, aksi teror kepala babi ke kantor Tempo merupakan bentuk tindakan kekerasan terhadap pers atau media. Pengiriman kepala babi yang kedua telinganya sudah terpotong itu jelas aksi teror dan intimidasi.
"Ini jelas teror, intimidasi yang secara langsung untuk menakut-nakuti," ucap Ninik Rahayu.
Dalam pandangan Ninik Rahayu, aksi teror seperti itu dilakukan oleh pihak-pihak yang terpojok, tetapi tidak mau bertanggung jawab. Sebagai ketua Dewan Pers, ia mengimbau semua pihak yang keberatan atas pemberitaan, agar menggunakan hak jawabnya. “Gunakan hak jawab tersebut sebaik-baiknya."
Tanggapan juga datang dari sejumlah menteri di Kabinet Merah Putih. Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyayangkan teror kepala babi itu. Ia pun menyarankan untuk melaporkan masalah tersebut kepada pihak kepolisian agar pengirimnya dapat diketahui.
"Saya sebagai mantan jurnalis menyayangkan tentu, dan silakan saja nanti laporkan gitu, ya, supaya ketahuan siapa yang kirim," kata eks jurnalis Metro TV itu, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Menteri Meutya menegaskan, Presiden Prabowo Subianto masih sangat concern terhadap kebebasan pers. Buktinya, saat ini, ada banyak masukan yang ditampung oleh pemerintah dan Prabowo. "Bahwa masukan-masukan dari masyarakat, dari media sosial pun beliau mendengarkan dan beberapa kebijakan kan dikoreksi."
Kepada pers, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (21/3/2025), Menteri Hukum Supratman Andi Agtas meminta agar aparat penegak hukum menyelidiki kasus teror kepala babi kepada kantor media Tempo. "Ya kan kita tidak tahu sumbernya, karena itu silakan aparat untuk menyelidiki."
Supratman mengaku tidak mengetahui detail kasus teror kepada pers, tersebut. Namun, politikus Partai Gerindra itu, menduga kemungkinan ada pihak yang ingin memecah belah. "Waduh, jangan ditanya ke kami dong kalau soal itu. Siapa tahu, itu bagian untuk memecah belah kita."
Sementara itu, Redaksi Tempo secara resmi melaporkan kasus teror dan intimidasi itu kepada Bareskrim Polri. Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Erick Tanjung mengatakan, ada dua pasal yang dipersangkakan dalam laporan ini, yaitu Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dengan ancaman dua tahun penjara, serta Pasal 335 KUHP tentang ancaman dengan kekerasan.
“Jadi, pasalnya tadi yang dipakai Pasal 18 ayat 1 UU Pidana di Pers yang menghambat kerja jurnalistik, itu ancaman pidananya dua tahun penjara,” ujar Erick saat dihubungi Kompas.com, Jumat.
Tempo sengaja membawa laporannya ke Mabes Polri, bukan di Polda Metro Jaya, atau Polres terdekat. Tempo menginginkan agar Kapolri juga tahu ada ancaman serius kepada kemerdekaan pers yang serius kepada Tempo sekarang.
Erick Tanjung menjelaskan, proses pembuatan laporan sempat mengalami diskusi panjang dengan penyidik saat menyinggung Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Jadi, penyidik tidak paham ada Pasal 18 ayat 1, ada Pasal Pidana di UU Pers itu karena kita harus menjelaskan bahwa yang menghambat itu apa ke penyidik.”
Related News

Apresiasi atas Kinerja Mitra Driver, Gojek-Grab Salurkan BHR

8 Korban Kecelakaan Bus Terbakar di Saudi Sudah Lanjutkan Ibadah Umrah

Ingin Terbangi Langit RI, Indonesia Airlines Perlu Lengkapi Perizinan

Jangan Takut Pada Aksi Premanisme, Polri Janji Lindungi Masyarakat

Tak Hanya MinyaKita, Beras Kemasan Juga Dikurangi Takarannya

Kemnaker Mencatat, Hong Kong jadi Tujuan Favorit Pekerja Migran