EmitenNews.com - Bukan lagi hanya sebuah cerita jika Indonesia memiliki banyak sumber-sumber energi baru terbarukan (EBT). Untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber EBT yang ada, Wakil Menteri ESDM Yuliot menekankan pentingnya berkolaborasi dengan berbagai pihak-pihak terkait termasuk dengan Pemerintah Swiss yang terbukti berhasil dalam menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten melalui jalur vokasi.

Menurut Yuliot, potensi EBT Indonesia sangat besar namun pemanfaatannya masih terbatas.

"Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar, diperkirakan mencapai 3.687 GW, namun baru sebagian kecil yang telah dimanfaatkan. Melalui rencana energi nasional RUPTL PLN 2025-2034, kami menargetkan penambahan kapasitas energi terbarukan lebih dari 42 GW, terutama di Jawa, Madura, dan Bali," katanya sebelum menyaksikan penandatanganan MoU Pengembangan EBT antara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) ESDM dengan The State Secretariat for Economic Affairs/SECO (Switzerland) di Bandung, Kamis (2/10).

Yuliot menambahkan bahwa percepatan transisi dari energi fosil ke EBT akan lebih efektif bila melibatkan kerja sama dengan institusi terkait, termasuk Pemerintah Swiss.

"Penandatanganan Menteri Swiss bukan sekadar acara formal, melainkan langkah penting menuju penguatan kemitraan dan kerja sama kita demi pembangunan berkelanjutan yang kompetitif demi dunia yang lebih efisien dan lebih baik," jelas Yuliot.

Selain kerja sama internasional, pengembangan EBT juga menuntut ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten. Untuk itu, pendidikan vokasi menjadi salah satu fokus utama Kementerian ESDM.

"Kami membutuhkan sumber daya manusia yang terampil dan fleksibel untuk mendukung tujuan energi kami. Oleh karena itu, pendidikan vokasi menjadi fokus utama terutama melalui BPSDM. Di bawah BPSDM ESDM, melalui PPSDM KEBTKE (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi), PEM Akamigas, dan PEP Bandung, kami bertujuan untuk melatih para profesional yang siap memenuhi kebutuhan sektor energi terbarukan," jelas Yuliot.

Wakil Presiden dan Anggota Dewan Federal Konfederasi Swiss, Kepala Departemen Ekonomi, Pendidikan, dan Penelitian Federal (EAER) Guy Parmelin mengatakan, Pemerintah Swiss merasa bangga atas kerjasama yang sudah terjalin dengan Pemerintah Indonesia dibidang pendidikan manufaktur.

Kerjasama yang sudah terjalin ini akan dilanjutkan dengan dua fokus utama yakni, Program Pengembangan Keterampilan Energi Terbarukan dan Program Keterampilan untuk Daya Saing Swiss untuk memperkuat daya saing sektor swasta Indonesia dengan meningkatkan keterampilan tenaga kerja Indonesia.

Lebih lanjut, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) ESDM Prahoro Yulijanto Nurtjahyo menjelaskan, kerja sama dengan Pemerintah Swiss ini merupakan kelanjutan dari program sebelumnya, yaitu Renewable Energy Skill Development (RESD), yang menjadi bagian penting dari proses transisi energi.

Kerja sama ini akan memfokuskan upaya pada tiga hal utama, yaitu pengembangan kurikulum bahan ajar berbasis pendidikan vokasi, pemberian bantuan peralatan untuk pemanfaatan sumber energi EBT, dan sosialisasi untuk menyebarluaskan informasi tentang pentingnya EBT.

Tentang pemilihan Swiss sebagai mitra, Prahoro menyoroti pengalaman negara tersebut dalam pengembangan pendidikan vokasi.

"Swiss merupakan negara yang berhasil mengembangkan pendidikan vokasi (politeknik) bersama Jerman karena itu sudah tepat jika kita belajar dengan Swiss karena Swiss dan Jerman merupakan dua negara yang sistem pendidikan politekniknya sudah baik,"ujar Prahoro.

Dengan pertumbuhan EBT yang dipacu bersamaan dengan penguatan pendidikan vokasi, Indonesia membuka peluang besar untuk menjadi negara maju di bidang energi hijau. Kolaborasi dengan Swiss diharapkan tidak hanya menghasilkan tenaga terampil, tetapi juga memunculkan pemimpin masa depan yang akan membantu membentuk dunia yang lebih hijau dan berkelanjutan.(*)