EmitenNews.com -PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), salah satu perusahaan manajemen investasi memperkirakan pasar finansial Indonesia masih akan positif tahun ini. Hal itu akan didukung oleh perekonomian global yang bergerak bullish, pasar Asia yang lebih suportif dan kondisi pasar domestik yang stabil, terlihat dari inflasi yang tetap terkendali dan upaya Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas Rupiah.

Ezra Nazula, Director & Chief Investment Officer - Fixed Income MAMI menyatakan ekonomi global di tahun ini diperkirakan akan tumbuh moderat dan inflasi juga akan lebih melandai dibandingkan pada 2023. “Tingkat suku bunga sudah mendekati puncak siklusnya. Dokumen Dot Plot FOMC di bulan Desember 2023 mengindikasikan pemangkasan suku bunga bisa lebih besar dari perkiraan sebelumnya, sehingga mengafirmasi harapan pasar terhadap The Fed untuk lebih agresif dalam menurunkan suku bunga di 2024,” kata Ezra dalam acara Indonesia Market Outlook: Keeping Up with 2024.

Menurut Ezra, perkembangan outlook suku bunga dan ekonomi Amerika Serikat menjadi katalis bagi pasar global secara menyeluruh. Hampir seluruh sektor berkontribusi secara merata dalam penguatan pasar, mengindikasikan optimisme terhadap outlook ekonomi secara keseluruhan. Penurunan imbal hasil US Treasury terjadi di seluruh tenor, merespons ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed di 2024 dan hasil lelang US Treasury yang kuat. Indeks dolar AS yang terus melemah menjadi faktor positif bagi pasar finansial dunia.

Dia menjelaskan pasar finansial di Asia diperkirakan akan lebih suportif. Pertumbuhan di 2024 akan didukung oleh ekspektasi kebijakan moneter yang lebih akomodatif, pelemahan nilai tukar dolar AS, imbal hasil US Treasury yang melandai, penurunan harga minyak dunia dan ekspektasi membaiknya perdagangan global yang menguntungkan kawasan Asia.

“Di tengah euforia pasar pada awal 2024, ada beberapa risiko yang harus dicermati. Volatilitas dapat terjadi jika pemangkasan suku bunga The Fed tidak sesuai dengan ekspektasi. Pasar memperkirakan pemangkasan 150 bps atau 1,5%, sedangkan The Fed memberi sinyal pemangkasan hanya 75 bps atau 0,75%,” kata Ezra.

Selain itu ada risiko geopolitik di beberapa kawasan. Eskalasi konflik di Timur Tengah, antara Israel dengan Hamas, dapat menjadi perang proksi antar berbagai negara. Di kawasan Asia, pemilu di Taiwan dapat mengubah arah kebijakan diplomatik dan geopolitik antara Taiwan dengan China. Sementara itu, pemilu AS pada 5 November 2024 dapat mengubah arah diplomatik dan geopolitik dunia.

Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist MAMI menyatakan dari dalam negeri, BI telah menegaskan kembali komitmennya untuk menjaga stabilitas. Sepertinya BI sudah mengakhiri siklus kenaikan suku bunga. Namun, BI belum memulai sikus penurunan suku bunga demi menjaga stabilitas rupiah yang menjadi prioritas BI saat ini.

“Siklus penurunan suku bunga BI nantinya akan mengikuti perkembangan The Fed, pergerakan rupiah, dan arus masuk modal. Penyesuaian akan dilakukan secara bertahap. Secara historis, siklus penurunan suku bunga BI dimulai setelah tingkat suku bunga riil mencapai sekitar 3%,” dia mengungkapkan.

MAMI memperkirakan inflasi akan tetap terkendali walaupun terjadi peningkatan harga. Meskipun kenaikan harga pangan dapat berdampak pada inflasi, namun BI menyatakan optimisme. Intervensi pasokan pangan yang dilakukan pemerintah diperkirakan akan cukup untuk menjaga inflasi agar tetap berada dalam kisaran target 2,5% ± 1% pada 2024. Inflasi inti yang terkendali akan membantu mengendalikan inflasi secara keseluruhan.

Soal rupiah, menurut Katarina, tahun ini kinerja Mata Uang Garuda berpotensi lebih menarik dibandingkan mata uang Asia lainnya. Sebab suku bunga riil yang tinggi dan peluang beralihnya kebijakan moneter The Fed ke arah yang lebih akomodatif akan turut mendukung rupiah untuk berkinerja lebih baik.

“Namun, tetap ada risiko yang perlu dicermati. Narasi higher for longer menyebabkan imbal hasil obligasi negara maju tetap tinggi. Jika terus berlanjut, hal ini bisa mengakibatkan minimnya aliran dana masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia, dan menekan rupiah,” ujarnya.

Aktivitas ekonomi diperkirakan akan meningkat, ditopang belanja Pemilu dan meningkatnya belanja pemerintah, seperti terlihat pada Desember 2023. Pada akhir 2023 tersebut belanja pemerintah naik ke Rp616 triliun, jauh di atas Rp270 triliun pada bulan sebelumnya. Angka itu juga merupakan belanja bulanan pemerintah yang jauh di atas rata-rata bulan Desember yang jumlahnya sekitar Rp350 triliun. Aktivitas belanja modal korporasi diperkirakan berangsur normal setelah Pemilu.

Dengan asumsi Pemilu berjalan kondusif, maka kata dia, akan berdampak netral-positif terhadap pasar finansial Indonesia. Secara historis, pada periode pemilu sebelumnya (di tahun 2004, 2009, 2014 dan 2019), pasar finansial Indonesia menunjukkan pergerakan positif pada 6-12 bulan sebelum dan setelah Pemilu. Tercapainya puncak suku bunga, kebijakan moneter yang lebih akomodatif dan nilai tukar dolar AS yang termoderasi tahun ini akan membuat investor asing lebih berminat untuk masuk ke pasar-pasar negara berkembang.

“Itu merupakan katalis yang kuat bagi pasar finansial Indonesia. Hal ini sudah mulai terlihat dengan masuknya arus modal asing dalam 2 bulan terakhir, di mana Indonesia membukukan arus dana asing selama delapan dari sembilan minggu terakhir, dengan jumlah tertinggi di ASEAN,” Katarina memaparkan.