EmitenNews.com - Infrastruktur industri kini dipandang sebagai salah satu poros strategis untuk memperkuat daya saing Indonesia di tengah kompetisi ASEAN. Tidak hanya menopang kemandirian ekonomi nasional, sektor ini juga berkorelasi menjadi magnet utama bagi investor global yang mencari ekosistem industri dengan konektivitas dan efisiensi tinggi.

Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus pada Kamis (18/9) menilai kesiapan infrastruktur menentukan posisi Indonesia di mata investor. 

“Kalau kita lihat, investor global itu mencari negara yang sudah siap infrastruktur industrinya,” ujarnya dalam acara IDX Channel LinkUP Market Movers di Bursa Efek Indonesia (BEI) dikutip Minggu (21/9).

Heri menambahkan, program hilirisasi industri hingga pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menuntut dukungan infrastruktur yang solid, mengingat industri menyumbang hampir 20% terhadap PDB nasional.

Dari sudut pandang pasar modal, sektor infrastruktur terus menyedot minat investor. Sub-sektor yang bervariasi mulai dari jalan tol (JSMR), pelabuhan (IPCC, IPCM), telekomunikasi (TLKM, EXCL), hingga infrastruktur energi hijau (CDIA), menghadirkan spektrum investasi yang luas. 

Direktur Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada masih dalam kegiatan yang sama juga menekankan, meski fundamental perusahaan krusial, pergerakan harga saham juga digerakkan sentimen pasar, likuiditas, dan kebijakan pemerintah. 

“Investor kini selektif terhadap emiten yang punya eksposur pada proyek strategis atau tren baru seperti energi hijau dan digitalisasi,” ujar Reza.

Salah satu yang mencuri perhatian adalah PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA). Emiten baru ini fokus pada infrastruktur industri berbasis energi baru terbarukan (EBT). Sejak melantai di BEI, saham CDIA melesat dari Rp190 menjadi Rp1.500 per lembar.

Keterlibatan emiten berbasis energi baru terbarukan (EBT) ini sekaligus menegaskan arah pasar modal sebagai mitra penting menuju pembangunan berkelanjutan nasional.

Reza menyebut lonjakan ini tidak lepas dari sentimen positif pasar terhadap EBT serta posisi CDIA di ekosistem Barito Pacific Group yang terintegrasi dari energi hingga logistik. 

“Pendapatan utama CDIA berasal dari penjualan listrik, sejalan dengan fokus pemerintah pada transisi energi,” tambahnya.

Senada, Heri juga menilai kehadiran emiten berbasis hilirisasi energi nasional ini ikut memperkuat keyakinan investor global. 

Heri menmbahkan, “Sektor ini krusial untuk menopang kegiatan produktif. Kehadiran emiten dengan ekosistem terintegrasi akan meningkatkan daya tarik investasi.” 

Namun, para analis juga mengingatkan perlunya konsistensi manajemen dalam menjaga pertumbuhan agar momentum tak sekonyong-konyong berhenti sebatas euforia pasar.

Ke depan, sektor infrastruktur industri Indonesia masih menyimpan peluang besar menyongsong masa depan perekonomian hingga Index movers bagi Pasal Modal Indonesia.

Tantangan berupa keterbatasan lahan, biaya logistik, hingga ketidakpastian regulasi perlu dijawab dengan kolaborasi erat antara pemerintah dan swasta. Dengan sinergi tersebut, Indonesia berpotensi tidak hanya mempersempit jarak dengan negara tetangga, tetapi juga menjadikan emiten infrastruktur seperti CDIA, Telkom (TLKM), IPCC, dan Jasa Marga (JSMR) sebagai motor penggerak investasi jangka panjang dan kemandirian ekonomi Indonesia.

“Peluang investasi di infrastruktur industri masih terbuka lebar. Tantangan ada, tapi dengan dukungan regulasi dan kolaborasi swasta, prospek jangka panjang tetap positif,” tutup Heri.