Kendati demikian, mata uang Rupiah telah menguat signifikan akibat pelemahan US Dollar. Penguatan Rupiah ini terjadi sebesar 8,14%, dan akan semakin menguat ke depannya, dikarenakan adanya sentimen lonjakan laju pengangguran di Amerika Serikat dan isu resesi di sebagian negara di Eropa.

Disamping itu, Penguatan Rupiah juga akan memicu kenaikan keuntungan pada emiten-emiten Bursa Efek Indonesia yang memiliki Surat Hutang berdenominasi dalam US Dollar. Emiten – emiten yang acapkali melakukan penerbitan Surat hutang berdenominasi US Dollar adalah emiten-emiten di Sektor Properti. Namun ada juga emiten sektor lain seperti Konsumer, Konstruksi dan Manufaktur.

Meskipun demikian, tugas Jerome Powell dkk belum usai sampai disini, karena mereka juga harus menepati janji kepada warga Amerika untuk ”Softlanding” dalam mengatasi inflasi & mengurangi jumlah Pengangguran di Amerika Serikat. Asset obligasi pemerintah juga masih sangat besar dalam celengan mereka, menuntut untuk segera dijual. Sebelum itu, mereka juga akan melakukan ”Money Printing” lagi untuk membantu Pemerintah Amerika Serikat untuk memberikan stimulus terhadap UMKM & jumlah pengangguran di Amerika Serikat.

  1. Menguatnya Saham –Saham Sektor Properti Indonesia.

Mengapa Saham-saham Sektor Properti berpotensi mengalami kenaikan, hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain penurunan suku Bunga the Fed (Fed Fund Rate), yang akan menggiring juga penurunan Suku Bunga BI (BI7DRR), dan penguatan mata uang Rupiah. Sentimen-sentimen diatas dapat menjadi pondasi kuat untuk harga saham emiten di sektor properti akan terbang.

Jika kita cermati dalam Laporan Keuangan beberapa Emiten di Sektor Properti, maka akan terlihat beberapa Obligasi/ Senior Notes/ Corporate Bonds  yang listing pada Bursa Asing, biasanya listing di Bursa Singapore ( Singapore Exchange) seperti Emiten PT Ciputra Development Tbk, PT. Bumi Serporng Damai Tbk. , PT Alam Sutera Tbk. , PT Pakuwon Jati Tbk., PT Lippo Karawaci Tbk. , dan sebagainya. Dan darimana keuntungan yang akan didapatkan oleh perusahaan dari Sentimen penurunan Suku Bunga The Fed dan Bank Sentral lain di Dunia ?. 

Faktor-faktor akan berkesinambungan dalam membentuk dan mengurangi kerugian dari emiten-emiten sektor properti di era penurunan suku bunga. Emiten properti akan menikmati pembayaran cicilan, atau beban bunga dengan nominal yang sama dalam mata uang US Dollar maupun Singapore Dollar, namun akibat penguatan mata uang Rupiah, jumlah yang dibayarkan akan lebih kecil jika di kurskan.

Begitu juga dengan emiten yang mengalami kerugian kurs akibat hutang dalam mata uang US Dollar maupun Singapore Dollar. Mereka juga akan mengalami penurunan beban bunga, dan rugi akibat kurs. Dan bisa jadi mereka akan berbalik menjadi profit/ laba ketika rugi kurs ini hilang atau turun drastis. Belum lagi, adanya data dari Bank Indonesia bahwasanya growth atau kenaikan penyaluran Kredit KPR per Agustus 2024 tumbuh sebesar 11,4%. Juga adanya stimulus-stimulus dari pemerintah seperti Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) diperpanjang hingga Desember 2024 untuk rumah dengan harga dibawah Rp 5 Miliar. Hal ini juga mendorong masyarakat, terutama pasangan baru berumah tangga, bersemangat memiliki hunian yang murah.

Sehingga ini akan men-drive harga saham perusahaan-perusahaan properti naik signifikan. Karena harga saham-saham properti saat ini, menggunakan bahasa Warren Buffet Indonesia, Bapak Lo Kheng Hong adalah Mercy harga Bajaj, saham salah harga. Semoga ekosistem keuangan Indonesia akan semakin baik kedepannya dan dapat menjadi negara dengan Grade Investasi yg lebih baik lagi.