EmitenNews.com -PT Sumber Mineral Global Abadi Tbk (SMGA) dalam masa penawaran umum atau Initial Public Offering (IPO) pada 24- 26 Januari 2024 mencatatkan kelebihan permintaan (oversubscribed) sebanyak 23,52 kali dari total saham atau sebanyak 156,77 kali dari porsi pooling.

"Antusiasme investor tidak terlepas dari prospek kinerja perseroan yang berpotensi tumbuh ke depan, seiring adanya bisnis utama perdagangan nikel dan batu bara," ujar Direktur Utama SMGA Julius Edy Wibowo di Jakarta, Senin (29/1).

Dalam IPO, perseroan melepas sebanyak 1,75 miliar saham baru yang mewakili 20 persen dari modal ditempatkan, dengan target dana senilai Rp183,7 miliar, dan rencana pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari ini Selasa, 30 Januari 2024.

Mengacu pada laporan keuangan SMGA yang berakhir 31 Juli 2023, total liabilitas perseroan mencapai Rp129,36 miliar atau membengkak 127,28 persen dibanding per 31 Desember 2022 yang sebesar Rp47,51 miliar. Total kewajiban per akhir Juli 2023 tersebut didominasi oleh liabilitas jangka pendek yang mencapai Rp124,52 miliar atau melambung 194,79 persen dibanding per akhir Desember 2022.

Sementara itu, peningkatan liabilitas jangka pendek itu terutama dipengaruhi oleh utang usaha dengan pihak ketiga per 31 Juli 2023 yang mencapai Rp56,95 miliar atau meroket 526,51 persen dibanding per 31 Desember 2022 yang senilai Rp9,09 miliar. 

Perlu diketahui, SMGA memiliki utang usaha dengan PT Bara Indah Sinergi mencapai Rp47,75 miliar, sedangkan utang kepada PT Total Mineral Sulawesi sebesar Rp4,38 miliar dan utang kepada PT Akar Mas Internasional senilai Rp2,24 miliar.

Selain utang usaha kepada pihak ketiga, peningkatan liabilitas jangka pendek SMGA juga dipengaruhi oleh utang uang muka penjualan per 31 Juli 2023 sebesar Rp39,25 miliar. Padahal per 31 Desember 2022, perseroan tidak memiliki utang uang muka penjualan.

Julius menyebut perseroan mendapatkan kepercayaan dari investor mengingat kinerja holding yaitu PT Sumber Global Energy Tbk (SGER) konsisten membukukan pertumbuhan pendapatan dan laba.

"Permintaan nikel diprediksi naik dari 2.340 kiloton (KT) pada 2020 menjadi 6.250 KT pada 2040, terutama didorong oleh naiknya kebutuhan dari industri kendaraan Listrik (EV) dan baterai," ujar Julius.

Ia melanjutkan, penggunaan batu bara Indonesia juga akan tumbuh 4,7 persen year on year (yoy), dipimpin oleh perluasan armada pembangkit listrik batu bara hingga 10 gigawatt (GW).

"Tingginya minat terhadap saham SMGA menggambarkan antusiasme investor pasar modal terhadap prospek nikel dan batu bara yang menjadi komoditas andalan Indonesia," ujar Julius.

Selain fokus pengembangan perdagangan nikel dan batu bara di pasar domestik, Ia menyebut perseroan juga akan mengembangkan produksi batu gamping pada kuartal I -2024.

Menurutnya, rencana ini sehubungan tingginya permintaan batu gamping, dan adanya kesempatan yang baik di wilayah Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, dimana terdapat banyak smelter yang membutuhkan supply batu gamping.

"Sehingga, perseroan memutuskan untuk mengakuisisi dan melakukan pengembangan atas tambang batu gamping pada wilayah tersebut untuk dapat di supply ke beberapa smelter terdekat," ujar Julius.

Julius menjelaskan, dana hasil IPO akan digunakan untuk modal kerja dalam rangka pengadaan nikel dan batu bara, sesuai kegiatan bisnis yang dijalankan sebagai pembayaran atas pembelian nikel dan batu bara dari supplier.