EmitenNews.com - PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) menggelar paparan publik kepada pemangku kepentingan dan masyarakat mengenai kinerja Perseroan di tahun 2022 serta prediksi dan rencana untuk tahun 2023. Emiten di bidang pertambangan bauksit dan produsen Smelter Grade Alumina (SGA) di Indonesia, melalui entitas asosiasinya PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW) itu, mencatatkan laba bersih Rp744,82 miliar.


Dalam rilis Rabu (28/6/2023), M. Aditya, Media Relations Corporate Secretary CITA mengatakan, dalam operasionalnya CITA berhasil membukukan kinerja positif di tahun 2022, dengan mencatatkan laba bersih Rp744,82 miliar. Terjadi peningkatan sebesar 31% dibandingkan tahun sebelumnya. Kontributor terbesar kenaikan ini berasal dari serap laba WHW, entitas asosiasi.


Dalam paparan tersebut CITA juga menyatakan bahwa kinerja Perseroan tersebut diperkirakan akan berdampak di tahun 2023 sebagai imbas larangan eksport bauksit yang baru-baru ini diumumkan Pemerintah. Larangan yang mulai berlaku efektif 10 Juni 2023 tersebut ditetapkan dalam upaya untuk mendorong hilirisasi mineral logam di dalam negeri.


Kebijakan ini sejalan dengan UU Minerba No 4 tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan UU Minerba No 3 tahun 2020, namun tidak dapat dipungkiri ada banyak pihak yang akan terdampak oleh larangan tersebut.


“Larangan eksport ini kemungkinan akan membuat kinerja kami menurun di tahun 2023, tapi kami masih optimistis dapat bertahan melalui dukungan dan pasokan kami ke WHW,” katanya.


Diperkirakan penurunan kinerja tersebut masih akan berlanjut di tahun 2024, pendapatan Perseroan merefleksikan seluruh penjualannya untuk memenuhi kebutuhan MGB domestik, apabila tidak ada perubahan lain dalam regulasi.


Perseroan masih optimistis bisa bertahan dan berharap dengan peningkatan kapasitas WHW untuk memproduksi SGA sampai 2 juta ton per tahun sejak 2022, Perseroan dapat meningkatkan supply MGB ke WHW.


Pada akhir tahun 2022, CITA melakukan penyertaan dalam PT Kalimantan Aluminium Industry dan PT Kaltara Power Indonesia untuk melakukan pembangunan smelter aluminium dengan kapasitas awal sebesar 500.000 ton per tahun di Kalimantan Utara. Hal ini juga merupakan salah satu wujud dukungan terhadap program hilirisasi yang dicanangkan Pemerintah. (Eko Hilman). ***