Dalam perundang-undangan di Indonesia, minuman beralkohol dengan kadar di atas 20 persen masuk ke dalam minuman beralkohol golongan C. Namun tidak disebutkan secara gamblang bahwa minuman beralkohol golongan C adalah miras.
Kebiasaan orang Indonesia minum bir sendiri konon sudah ada sejak awal abad XX. Sebelum orang-orang Belanda dan Jerman memperkenalkan minuman yang kemudian dikenal sebagai bir, orang-orang Indonesia sudah mengenal tuak atau arak lokal lainnya. Bagi orang Jerman, bir biasa diminum karena merupakan minuman nasional. Orang-orang Jerman yang menjadi serdadu-serdadu kolonial di Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) kemudian membawa kebiasaan ini.
Awalnya, bir hanya dikenal oleh orang-orang yang bekerja pada pemerintah kolonial, sebagai serdadu, pelaut atau pegawai negeri. Lama-lama, minuman ini pun akrab dengan masyarakat Indonesia.
Raja Jawa yang dekat dengan Belanda sebenarnya juga tertarik pada aroma minuman ini. Karena Raja Jawa kebanyakan muslim dan dilarang minum alkohol, maka diraciklah minuman dengan aroma sama, tetapi tidak beralkohol. Maka lahirlah bir jawa.
Menurut Nuraida Joyokusumo, dalam Warisan Kuliner Keraton Yogyakarta (2008), minuman penghangat badan ini biasa disajikan untuk Raja Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, jika bersantai di vilanya di Kaliurang. Namun, minuman ini kalah populer dibanding bir yang beralkohol, baik di era kolonial maupun sesudahnya.(zan)
Related News

Mahfud Ngaku Dengar Gaji Anggota DPR Capai Miliaran Sebulan

Putusan Terbaru MK, Wakil Menteri Dilarang Rangkap Jabatan

Tanggapi Uji Materi UU Tipikor, 24 Tokoh Sampaikan Amicus Curiae

KPK Periksa Pemilik Maktour, Saksi Kasus Kuota Haji Kemenag 2024

RAPBN 2026, Pemerintah Tetapkan Subsidi Listrik Rp101,72 Triliun

Buru Aset Riza Chalid, Kejagung Sita Tanah dan Bangunan di Bogor