EmitenNews.com - Pemerintah tengah menyiapkan sistem rujukan baru BPJS Kesehatan yang dimulai awal 2026. Nantinya, pasien gawat darurat bisa langsung dirujuk ke rumah sakit yang kompetensinya sesuai derajat kegawatan kesehatan calon pasien. Kementerian Kesehatan menegaskan skema rujukan BPJS Kesehatan berbasis kompetensi itu, tidak membatasi akses layanan kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi gawat darurat. 

Dalam keterangannya yang dikutip Sabtu (22/11/2025), Direktur Pelayanan Klinis Kemenkes, Obrin Parulian, memastikan seluruh fasilitas kesehatan tetap wajib menerima pasien tanpa melihat tingkat kompetensi rumah sakit.

"Untuk kondisi gawat darurat, masyarakat tetap bisa mengakses layanan ke fasilitas kesehatan terdekat, apa pun tipenya," ujar Obrin Parulian dalam konferensi pers, Jumat (21/11/2025).

Aturan rujukan berbasis kompetensi akan berlaku hanya untuk kondisi non-gawat darurat. Pada kasus gawat darurat, pasien tidak boleh dipersulit, apalagi dengan pertanyaan soal kecocokan kompetensi fasilitas kesehatan.

"Tidak mungkin di gawat darurat kita tanya dulu kompetensi siapa yang cocok. Akses harus dibuka seluas-luasnya. Mau klinik, rumah sakit kelas A, B, C, atau D, semua wajib melayani pasien yang datang," tegasnya.

Prinsip utama layanan kegawatdaruratan adalah keselamatan pasien terlebih dahulu. Jadi, rumah sakit tetap harus menerima pasien, melakukan penanganan awal, stabilisasi, hingga asesmen kebutuhan medis.

Kemudian, setelah kondisi pasien stabil, barulah dilakukan asesmen apakah rumah sakit tersebut memiliki kompetensi yang sesuai untuk melanjutkan perawatan.

Jika kompetensinya sesuai, pasien dapat dirawat hingga selesai. Jika tidak sesuai, pasien dirujuk ke rumah sakit dengan kompetensi lebih tinggi.

Jika kondisi pasien membutuhkan kompetensi lebih rendah, RS kompetensi tinggi tetap dapat menanganinya, karena fasilitas unggulannya mencakup layanan untuk kondisi di bawahnya.

"Rumah sakit akan melakukan triase, lalu assessment. Bila membutuhkan kompetensi lebih tinggi, pasien dirujuk. Jika kompetensinya cukup, perawatan dilanjutkan," jelas Obrin Parulian.

Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berlaku, setiap warga negara memiliki hak memperoleh layanan kesehatan yang aman dan tepat waktu. Karena itu, rujukan berbasis kompetensi tidak boleh dipahami sebagai pembatasan, melainkan sebagai upaya agar pasien mendapat penanganan paling tepat sesuai kemampuan fasilitas kesehatan.

Sementara itu, Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Rujukan dr Ockti Palupi Rahayuningtyas, MPH, MH Kes, menyebut kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan nantinya akan terbagi dalam dua kelas. Yakni satu ruangan dengan 4 bed pasien dan satu ruangan dengan dua bed pasien.

Sejauh ini, hanya 5,5 persen dari sekitar tiga ribu RS yang belum memenuhi tiga hingga empat kriteria KRIS.

"Terkait dengan kelas rawat inap standar, ada 12 kriteria untuk KRIS, sampai per hari ini 5,5 persen yang masih warna merah atau orange, itu artinya hanya belum memenuhi satu hingga empat dari total 12 kriteria, dari 3.100 rumah sakit," tutur Ockti Palupi Rahayuningtyas dalam konferensi pers Jumat (21/11/2025).

Beberapa kriteria yang sulit terpenuhi mencakupi, pertama kelengkapan tempat tidur dengan dash call dan stop kontak di bed pasien.

Kemudian, disusul kebutuhan outlet oksigen, tirai atau hordeng yang belum berpori, lalu kamar mandi yang belum sesuai dengan standar aksesibilitas.

"Ada beberapa RS mungkin sudah punya kamar mandinya tapi kita syaratkan pintunya cukup lebar lebih dari 90 cm karena nanti kalau kebutuhan bed ke kamar mandi itu bisa mudah," kata Ockti Palupi Rahayuningtyas.