Sebut Sejumah Negara Terancam Krisis Utang, Menkeu Sebut Contoh Srilanka
EmitenNews.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia dihadapkan pada berbagai perubahan yang sangat cepat dan fundamental. Pascapandemi yang memberikan dampak luar biasa, kini pemulihan ekonomi dihadapkan pada persoalan rantai pasok penawaran yang tidak mampu mengikuti pemulihan di sisi permintaan.
Hal ini menyebabkan munculnya tekanan baru pada harga atau inflasi yang diperparah dengan terjadinya situasi geopolitik Rusia-Ukraina yang menimbulkan dampak luas.
“Masalah pangan, masalah pupuk, masalah energi menjadi sangat terpengaruh. Makin memperparah disrupsi sisi supply dan tekanan inflasi,” ungkap Menkeu saat menjadi narasumber Leaders Talk Series #2 yang diselenggarakan PLN secara daring, Rabu (26/10).
Harga yang meningkat dari sisi pangan, energi, dan lainnya menimbulkan inflasi yang tinggi di berbagai negara terutama negara maju. Amerika, Eropa, dan Jepang bahkan saat ini mencapai inflasi tertingginya dalam 4 dekade terakhir.
Di sisi lain Menkeu mengatakan, inflasi yang melonjak mengharuskan otoritas moneter melakukan respon dalam bentuk kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas. Otoritas moneter di Amerika menaikkan suku bunga dan likuiditas US dolar padahal transaksi dunia mayoritas menggunakan mata uang USD.
Menkeu menyebut, kondisi inilah yang kemudian menimbulkan tekanan yang makin besar. Banyak negara yang situasinya sudah rapuh waktu terjadi pandemi, dengan adanya pandemi makin rapuh.
“Saat ini lebih dari 60 negara diperkirakan dalam situasi kondisi keuangan dan utangnya dalam kondisi distress yang kemungkinan bisa memicu krisis utang maupun krisis keuangan atau krisis ekonomi. Ekstrimnya seperti bapak dan ibu sekalian mungkin lihat apa yang terjadi di Sri Lanka,” tandas Menkeu.
Namun Menkeu menekankan, kondisi Indonesia saat ini berada dalam momentum pemulihan ekonomi yang masih kuat dan terjaga. Pertumbuhan ekonomi masih ditopang baik dengan ekspor yang cukup kuat sehingga menyebabkan trade account dan current account surplus. Selain itu, pertumbuhan Indonesia yang baik juga ditopang dari dalam negeri dengan pulihnya konsumsi dan investasi.
Menkeu menyatakan, kondisi perekonomian Indonesia yang baik ini merupakan hasil kerja sama yang terjalin antara otoritas fiskal dan moneter. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter bersama dengan Kementerian Keuangan sebagai otoritas fiskal dan seluruh sektor lain, menunjukkan kegiatan ekonomi riil harus saling bekerja sama karena tantangan yang dihadapi semakin rumit.
“Kerja sama yang baik akan menyebabkan dampak kebijakan akan menjadi baik, efektif, dan tentu dari sisi ongkos atau biayanya menjadi jauh lebih ringan,” pungkas Menkeu.(fj)
Related News
Usai Rapat dengan Presiden, Lahirlah Permendag No8 Tahun 2024
Masuk Pasar Global, Kapal PTK Beroperasi di Perairan Internasional
Sis Apik Wijayanto Pimpin ID Food, Ini Susunan Lengkap Direksinya
Astra Kurasi 50 UMKM Terpilih Ikuti Bazar di Sarinah Jakarta
Penjualan Properti Residensial Tumbuh 31,16 Persen di Triwulan I
Harga Emas Antam Putar Balik; Hari ini Turun Rp11.000 per Gram