EmitenNews - Selama 70 tahun terakhir, banyak negara berpenghasilan rendah telah berkembang pesat membuat jutaan orang telah terangkat dari kemiskinan. Namun, relatif sedikit negara yang mencapai status berpenghasilan tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, pembuat kebijakan di negara-negara berpenghasilan menengah yang tumbuh lebih lambat mengkhawatirkan mereka terjebak dalam middle income trap. Tetapi pada saat yang sama, banyak ekonom bahkan menyangkal keberadaan istilah ini.
Melansir Development Research, middle income trap adalah situasi perkembangan ekonomi di mana suatu negara yang mencapai pendapatan rata-rata tertentu, terjebak di level itu dan gagal masuk jajaran negara berpenghasilan tinggi. Pada saat yang sama, negara lain membuat kemajuan yang signifikan. Misalnya banyak negara membuat kemajuan luar biasa melalui industrialisasi. Mereka mampu meningkatkan pendapatan nasional dan juga pendapatan per kapita.
World Bank telah mengklasifikasikan negara dalam hal pendapatan per kapita. Dalam hal ini, negara berpenghasilan rendah adalah negara dengan pendapatan per kapita lebih rendah dari 1.005 USD. Kategori kedua adalah kelompok berpenghasilan menengah dengan pendapatan per kapita bervariasi dari 1.006 – 4.045 USD untuk kelompok menengah ke bawah dan 4.046 - 12.235 USD untuk kelompok menengah ke atas.
Di banyak negara, konversi dari negara berpenghasilan rendah ke negara berpenghasilan menengah terjadi sangat cepat. Namun setelah itu, pertumbuhan ekonomi sangat lambat. Mereka mungkin mengamati fenomena middle income trap. Amerika Latin dan Timur Tengah tampaknya memberikan dukungan yang kuat untuk fenomena ini karena banyak negara di kedua kawasan tersebut tetap berada pada tingkat pendapatan menengah selama empat atau lima dekade. Faktanya, hanya 13 dari 101 negara berpenghasilan menengah pada tahun 1960 yang menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2008.
Penyebab middle income trap
Penyebab pertama middle income trap adalah kenaikan upah atau naiknya biaya tenaga kerja. Negara-negara yang sangat bergantung pada manufaktur padat karya bisa lebih rentan terhadap middle income trap karena manufaktur padat karya membuat sebagian besar buruh bermigrasi dari pedesaan ke perkotaan.
Namun seiring waktu, penawaran tenaga kerja dan demografi menjadi kurang menguntungkan. Kelebihan pasokan tenaga kerja yang datang dari pedesaan ke perkotaan mulai memudar dan negara-negara mencapai titik balik terendah di mana penawaran tenaga kerja menyusut, dan upah mulai meningkat. Setelah itu negara-negara tersebut kehilangan daya saingnya, dan ini mulai memperlambat pertumbuhan ekonominya.
Penyebab berikutnya adalah perlambatan laju pertumbuhan produktivitas, atau efisiensi tenaga kerja. Ini bisa terjadi jika negara-negara mengandalkan usia rata-rata penduduk suatu negara yang tinggi tanpa inovasi.
Middle income trap memunculkan kemungkinan akibat dari kegagalan institusional. Pemerintah dan sektor keuangan mungkin tidak dapat mengatasi ekspansi ekonomi yang cepat. Selain itu, tingkat inflasi yang tinggi, dan credit buble juga dapat merusak pertumbuhan ekonomi.
Transisi ke status berpenghasilan tinggi jarang dan sulit. Ini membutuhkan strategi pertumbuhan yang berbeda karna setiap negara memiliki keadaan ekonomi, sosial, budaya, demografi, dan politik yang berbeda.
Solusi
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghindari middle income trap, antara lain:
1.Memperkuat kebijakan stabilisasi ekonomi makro. Pembuatan kebijakan fiskal, moneter, dan keuangan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Ini membantu negara-negara untuk mengendalikan inflasi dan menghindari krisis.
2.Institusi dan supremasi hukum yang kuat dan tegas sangat penting untuk pertumbuhan. Kualitas pemerintahan termasuk efisiensi sektor publik, pengendalian korupsi, sistem hukum yang efektif, dan hak-hak sipil dan politik semuanya berkorelasi kuat dengan pertumbuhan ekonomi.
3.Investasi pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia yang sangat terampil dapat meningkatkan produktivitas dan mendorong inovasi teknologi.
4.Pasar terbuka dan kompetitif mendukung pertumbuhan ekonomi dengan mempromosikan peningkatan spesialisasi, alokasi sumber daya yang efisien berdasarkan keunggulan komparatif, peningkatan produktivitas, dan penyebaran pengetahuan dan teknologi.
Peneliti gabungan Development Research, Greg Larson, Norman Loayza, Michael Woolcock menjelaskan pengalaman sejarah dan bukti empiris menunjukkan bahwa transisi dari tingkat berpenghasilan menengah ke tingkat berpenghasilan tinggi membutuhkan waktu. Transisi ini mengharuskan negara-negara untuk secara konsisten menjalankan kebijakan yang sehat dan terus berkembang untuk mempertahankan pendorong fundamental pertumbuhan ekonomi. (LW)
Related News
Kapitalisasi Pasar dan Nilai Transaksi Harian Kompak Turun Pekan Ini
IHSG Akhir Pekan Ditutup Naik 0,77 Persen, Telisik Detailnya
BKPM: Capai Pertumbuhan 8 Persen Butuh Investasi Rp13.528 Triliun
Hati-hati! Dua Saham Ini Dalam Pengawasan BEI
BTN Raih Predikat Tertinggi Green Building
IHSG Naik 0,82 Persen di Sesi I, GOTO, BRIS, UNVR Top Gainers LQ45