Seperti Kemendag, GIMNI Juga Tuding Repacker Pelaku Kasus MinyaKita

Ilustrasi MinyaKita. Dok. SINDOnews.
EmitenNews.com - Kementerian Perdagangan sebaris dan sebangun dengan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) dalam melihat praktik pengurangan isi MinyaKita. Menurut Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga, akar masalah ini sebenarnya bukan berasal dari produsen, melainkan dari pengusaha pengemas ulang atau repacking. Terungkap MinyaKita di pasaran, tertulis berisi 1 liter, ternyata isinya cuma 800 mililiter.
"Nggak. Produsen nggak mungkin pengurangan volume. Mereka terlalu riskan ngambil risiko yang tinggi itu enggak," kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga dalam acara Buka Puasa Bersama di Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Menurut Sahat Sinaga, produsen minyak goreng tidak mungkin melakukan pengurangan volume MinyaKita karena risikonya terlalu besar. Sahat memastikan perusahaan besar atau produsen utama Minyakita tidak mungkin terlibat dalam praktik ini. "Nggak mungkin. Risikonya terlalu besar. Yang paling kemungkinan terjadi itu, direpacking."
Permainan atau tindak kecurangan ini justru terjadi di tingkat repacking yang berada di tingkat distributor dua (D2). Repacking inilah yang mengemas ulang minyak goreng dan sering kali mengurangi isinya.
Minyak dari produsen biasanya dikirim dalam bentuk kemasan (pack) ke distributor utama (D1). Namun, ada juga D1 yang memilih menerima minyak dalam bentuk curah untuk dikemas ulang oleh pihak D1 tersebut.
"Jadi dari produsen umumnya itu ke D1 itu berupa pack. Tapi kalau D1-nya ada yang punya keyakinan dia bisa me-repack lagi, itu dikirim curah. Karena mereka punya izin juga untuk menge-pack Minyakita misalnya," sebut Sahat Sinaga.
Sahat Sinaga menambahkan, pelaku repacking juga ada di D2. Namun, mereka tidak terdaftar di SIMIRAH. Parahnya lagi, dalam praktiknya, ternyata banyak repacking di D2 yang menyalahgunakan wewenang mereka dengan mengisi kemasan Minyakita dengan minyak curah, serta mengurangi isi minyak dalam kemasan.
"Mereka beli yang curah, bukan minyak hasil DMO (Domestic Market Obligation). Curah kan Rp18.000 per kg. Nah supaya dia untung, dibikin lah 800 ml (bukan 1 liter), berarti kan 20% dikuranginya," ungkap Sahat Sinaga.
Dengan pengurangan ini, Sahat Sinaga menyebut pelaku repacking masih bisa menutupi biaya produksi, biaya kemasan, sekaligus masih memperoleh keuntungan. Minyak yang dikemas ulang ini bukanlah MinyaKita dari skema DMO, melainkan minyak curah. "Nggak mungkin dia dapatkan DMO itu. Rugi besar."
DMO memiliki sistem pengawasan yang ketat dan terdata dalam sistem SIMIRAH, repacking tidak bisa mendapatkan minyak tersebut dengan mudah. Mereka lebih memilih membeli minyak curah yang lebih mahal, lalu mengurangi volumenya sebagai cara untuk tetap mendapatkan keuntungan.
“Tindak kecurangan itu dilakukan repacking yang tidak terdaftar dalam sistem resmi, seperti SIMIRAH. Nggak. Mereka nggak terdaftar di SIMIRAH," ungkapnya.
Hal ini membuat pengawasan menjadi lebih sulit dan membuka celah bagi praktik curang. "Sebetulnya mereka perusahaan bagus ya. Mereka yang bikin abal-abal gitu. Karena perilakunya abal-abal."
Dalam keterangannya Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Moga Simatupang menjelaskan bahan baku MinyaKita yang terindikasi dikurangi diduga menggunakan minyak goreng non-DMO (Domestic Market Obligation). Di sini repacker (pengemas ulang) mengurangi isi untuk menutupi biaya produksi dan bahan baku.
Selain itu, repacker tersebut juga menaikkan harga jual sehingga harga eceran tertinggi (HET) di tingkat konsumen tidak akan tercapai.
"Repacker tersebut melakukan modus pelanggaran karena memanfaatkan momen saat minyak goreng MinyaKita sangat diminati konsumen, khususnya momen Ramadan dan Idul Fitri 2025," ujar Moga Simatupang dalam keterangan tertulis, Selasa (11/3/2025).
Kemendag telah melakukan pengawasan terhadap pengemasan ulang (repacker) MinyaKita. Pengawasan tersebut meliputi pasokan, pendistribusian, stok, harga beli dan harga jual, dan pelaporan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Kemendag secara aktif dan intensif melakukan pengawasan distribusi MinyaKita ke semua lini termasuk produsen, repacker, distributor, pengecer, ritel modern, dan pasar rakyat," kata Moga Simatupang.
Related News

Sejumlah Program Lintas Sektor Disiapkan untuk Dongkrak Pariwisata

Dampak Kebijakan Tarif AS, ICP Februari Diturunkan Jadi USD74,29/Barel

APBN Akhir Februari Defisit Rp31,2T, Tapi Menkeu Sebut Masih Sesuai UU

Direktur Bank CIMB Niaga (BNGA) Mundur, Kenapa?

Harga Emas Antam Melejit Lagi Rp28.000 per Gram

Telah Pergi Pendiri Intiland Development, Dunia Properti RI Kehilangan