EmitenNews.com - Komisaris Utama PT Sinarmas, Indra Widjaya serius menghadapi tudingan pengusaha asal Solo, Andri Cahyadi. Bos konglomerasi yang dibangun mendiang Eka Tjipta Widjaja itu, menunjuk Hotman Paris Hutapea sebagai kuasa hukum menghadapi laporan ke Bareskrim Polri atas kasus penggelapan, penipuan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Merasa tuduhan itu mengada-ada, Hotman menegaskan kliennya bakal menempuh jalur hukum demi menjaga nama baik.
Dalam akun Instagram pribadi, @hotmanparisofficial pada Selasa (16/3/2021) siang, Hotman menyanggah semua tuduhan dalam laporan polisi tersebut. Ia memberi keterangan dalam unggahan video di medsos itu sebagai "Hak jawab Indra Widjaja (Sinar Mas)”. Advokat dengan pengalaman internasional itu, menyatakan, Indra Widjaya tidak ada kaitan apapun atas berkurangnya saham Andri Cahyadi, seperti yang dilaporkan ke Bareskrim Polri tersebut.
Seperti sudah ditulis, Andri Cahyadi melaporkan Komisaris Utama PT Sinarmas, Indra Wijaya dan Direktur Utama PT Sinarmas Sekuritas, Kokarjadi Chandra ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Tuduhannya berat, menyangkut dugaan penggelapan, penipuan, hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kepada pers, Sabtu (13/3/2021), Andri menceritakan, kasusnya bermula pada 2015, saat ia menjabat Komisaris Utama PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk, bekerja sama dengan PT Sinarmas. Mereka berkolaborasi menyuplai batu bara ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Andri mengaku sudah bekerja sama dengan PT PLN sejak tahun 2012.
Kerja sama dengan PT Sinarmas pada 2015 itu, untuk memenuhi permintaan batu bara yang lebih besar volumenya. Dalam usaha itu, PT Sinarmas menempatkan seseorang bernama Benny Wirawansyah yang belakangan menduduki kursi Direktur Utama PT EEI. Setelah berjalan 3 tahun, Andri melihat ada beberapa kejanggalan. Bukannya, meraup keuntungan, perusahaannya justru dibebani utang hingga Rp4 triliun. "Utang itu kami dapatkan dari Grup Sinarmas."
Celakanya lagi, kata Andri, tidak hanya dibebani utang gede, sahamnya di PT EEI yang awalnya 53 persen tergerus hingga hanya tersisa 9 persen. Jadinya, kerugiannya berlipat-lipat dari perkongsian dengan pihak Sinarmas itu. "Dihitung dari profit yang seharusnya saya dapatkan dari kerja sama itu, kerugian saya mencapai Rp15,3 triliun."
Menurut Hotman, berkurangnya saham itu, karena perusahaan Andri menjaminkannya ke perusahaan asing dalam pelunasan utang. Karena tak kunjung dilunasi, perusahaan asing itu mengeksekusi agunan saham dengan mengalihkannya ke pihak lain. Jadi, saham perusahaan Andri itu berkurang karena dipakai kreditur untuk melunasi utang. “Krediturnya bukan Indra Widjaya, juga bukan Bank Sinarmas."
Hotman juga menilai laporan ke Bareskrim itu tak masuk akal. Pasalnya, baru dibuat pada 2021. Padahal, Andri telah mengetahui saham-sahamnya berkurang, setidaknya melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 1 Juli 2018. Kala itu, kata Hotman, Andri Cahyadi (sebagai Komisaris Utama) hadir mengikuti RUPS yang digelar oleh PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk (CNKO). “Dia tahu sahamnya berkurang dan tidak ada protes. Tidak ada laporan polisi."
Sebelumnya kepada EmitenNews.com, Government Relations PT Sinarmas Ivo Rustandi mengungkapkan, pihaknya senantiasa menjaga reputasi dan kepercayaan publik maupun nasabah. Ia menjelaskan, PT Sinarmas Sekuritas adalah lembaga keuangan resmi, dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan, selalu patuh pada peraturan, dan perundang-undangan, serta berada di bawah pengawasan OJK.
Hubungan antara perusahaan pelapor dengan grup Sinarmas adalah Sinarmas Mining menjadi salah satu pemasok batu bara ke perusahaan milik Andri. Namun hal tersebut tidak ada hubungannya dengan komisaris utama perusahaan Indra Widjaja dan Sinarmas Sekuritas.
Related News
Mobil Baru Mahal,Gaikindo Ungkap Yang Bekas Penjualannya Meningkat
Distribusi Reksa Dana MONI II Kelas Income 2, Bank DBS Kolaborasi MAMI
IFG Gelar Research Dissemination 2024, Hadirkan Dosen Sejumlah PT
Sampai 19 November Rupiah Melemah 0,84 Persen dari Bulan Sebelumnya
BI Kerahkan Empat Instrumen untuk Jaga Stabilitas Rupiah
Membaik, Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan II Surplus USD5,9 Miliar