Strategi Investasi Cacing-Naga dan Tren Berburu Saham Corporate Action
ilustrasi papan perdagangan di Bursa Efek Indonesia. Dok/EmitenNews
Saya lebih cenderung sepakat dengan istilah, memilih strategi investasi sebenarnya bukan sekadar pertimbangan mana yang paling cuan, melainkan mana yang paling cocok dan nyaman dengan kondisi diri kita.
Bila ingin “all in” dengan harapan uang kita bisa bertumbuh dengan cepat seperti yang disarankan beberapa investor sukses, sebaiknya persiapkan diri juga bila ternyata kita salah dan kalah sehingga harus kehilangan sebagian besar modal investasi kita.
Pertimbangkan juga, apakah kita sudah melaksanakan “PR” yaitu melakukan analisa secara mendalam sampai benar-benar mendapatkan keyakinan terhadap suatu saham. Atau jangan-jangan kita sekadar nekat dan ikut-ikutan karena tergiur meraup banyak keuntungan.
Ini yang sering terlewatkan. Satu hal yang saya perhatikan dari beberapa investor saham yang menganjurkan dan mempraktikkan strategi investasi “all in” adalah mereka memang sudah mempelajari secara detail sampai “jeroan” perusahaan sehingga memunculkan tesis investasi yang sangat kuat.
Pergerakan harga saham tak terlalu dipedulikan. Saat turun, justru dianggap sebagai kesempatan emas untuk terus menambah jumlah lembar kepemilikan. Pada satu titik, ketika disadari bahwa tesis yang dibangun ternyata tak berjalan sesuai harapan, mereka juga berani mengambil keputusan; menelan pil pahit kerugian. Andry Hakim menyebutnya sebagai “uang sekolah”.
Pertanyaan pentingnya, apakah kita siap bersikap mengikuti mereka? Atau jangan-jangan kita hanya siap membayangkan hal yang indah-indah saja. Seakan semua akan berjalan sesuai harapan dan skenario kita. Sekali lagi, penting untuk selalu mempertimbangkan dengan sangat mendalam ketika terbersit keinginan untuk “all in” pada satu saham.
Apakah kita sudah menginvestasikan waktu, usaha dan fikiran kita untuk meneliti dan mendalami suatu saham seperti yang orang lain lakukan? Apakah kita sudah mengkalkulasi dan benar-benar siap jika seandainya harus menelan kerugian misalnya sampai lebih dari setengah modal investasi kita? Kalau belum, sebaiknya lupakan rencana “all in”.
Sama halnya dengan tren belakangan ini yaitu ketika saham-saham yang akan melaksanakan aksi korporasi, menjadi favorit sekaligus buruan banyak investor. Isu-isu soal terjadinya merger atau akuisisi perusahaan mendadak menjadi salah satu berita paling dicari.
Padahal kalau mau lebih membuka data dan fakta, ternyata tak semua aksi korporasi pasti akan berjalan sukses. Kebanyakan justru terbukti sekadar isu kosong belaka.
Andaipun benar-benar terjadi, tak otomatis menjadi jaminan akan langsung diapresiasi market dan membuat harga sahamnya melambung tinggi layaknya kisah sukses saham PANI.
Bisa dibayangkan betapa berbahayanya bila berinvestasi sekadar mengikuti tren keriuhan pasar saham apalagi hanya gara-gara rekomendasi orang lain.
Contoh sederhana, menurut saya, sangat keliru bila ada anggapan membeli saham tertentu yang sedang tren adalah keputusan paling bijak hanya karena banyak orang yang sepakat mengatakan saham tersebut akan bisa mencapai harga tertentu, sementara faktanya saham tersebut sudah naik berkali-kali lipat.
Padahal satu kemungkinan yang paling logis dan masuk akal setelah proses kenaikan harga yang sudah “gila-gilaan” semestinya hanyalah penurunan. Andaipun masih ingin berharap tren kenaikan masih berlanjut, ruang dan potensinya sudah semakin terbatas.
Akhirnya, penting selalu diingat bahwa untuk bisa bertahan lama di pasar saham yang penuh dengan hiruk pikuk dan berfluktuasi ini, kita tak mesti bulat-bulat meniru strategi investasi yang dipraktikkan orang lain.
Jangan sampai hanya karena tergiur bisa mendapatkan cuan besar dalam waktu singkat, kita menjadi nekat mengambil keputusan dengan bermodalkan ikut-ikutan. Bermimpi dan berharap bisa menjelma menjadi naga, ujung-ujungnya menjadi cacing juga.
Related News
Pasar Modal Indonesia 2025: Prospek dan Jebakan
OJK Ambil Alih Pengawasan Aset Kripto, Apa Kata Pakar Ekonomi Digital?
Saham Gorengan dan Keberlanjutan Pasar Modal
Perspektif Islam: Menyelaraskan Investasi Saham dengan Nilai Syariah
Inilah Sektor-Sektor yang Terdampak Program Pembangunan 3 Juta Rumah
Pajak Opsen Kendaraan Bermotor: Benarkah Menambah Beban Baru?