EmitenNews.com - Risiko perubahan iklim menjadi ancaman serius bagi masa depan peradaban manusia, termasuk Indonesia. Merujuk Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu udara rata-rata di Indonesia per bulan Oktober 2023 mencapai 27,7 °C merupakan yang tertinggi untuk bulan yang sama sejak tahun 1981.


Dosen program studi Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Emilya Nurjani, mengungkapkan secara umum Indonesia mengalami kenaikan suhu udara +0,7°C dibandingkan periode rata-rata kurun 1991-2020 yang sebesar 26.8 °C.


“Mungkin angkanya kecil, nol koma sekian, tapi dampak peningkatan suhu ternyata cukup besar. Apalagi kalau terjadi di seluruh dunia. Ini yang sebetulnya kita takutkan,” paparnya.


Lebih lanjut Emil menjelaskan, fenomena pemanasan global kedepannya akan menimbulkan serangkaian dampak negatif yang berkelindan. Menyadari kerentanan terhadap krisis iklim, Indonesia turut berkontribusi dalam penanganan isu perubahan iklim dengan meratifikasi Paris Agreement pada tahun 2016 melalui pernyataan komitmen nationally determined contribution (NDC) yang kemudian diperbarui pada 2021 dan 2022.


Dalam target NDC 2022, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri dan dapat mencapai 43,20% pada 2030 dengan dukungan internasional baik di bidang pendanaan, teknologi, maupun peningkatan kapasitas. Komitmen pemerintah dalam penanganan perubahan iklim dituangkan dalam RPJMN 2020-2024.


Sementara itu, untuk mendukung pembiayaan pengendalian perubahan iklim, Pemerintah menggunakan APBN, termasuk menerbitkan instrumen pembiayaan seperti green sukuk, green bonds, dan SDGs bonds. Beragam stimulus fiskal juga diberikan agar investor tertarik berpartisipasi dalam proyek hijau seperti melalui pemberian tax holiday, tax allowance, dan fasilitas PPN.(*)