EmitenNews.com - Tambang ilegal yang marak di Indonesia memiliki berbagai modus operandi dalam aksinya. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri membeberkan praktik lancung tersebut tak hanya dilakukan oleh Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau tambang ilegal, tapi juga oleh perusahaan yang tampak legal, padahal ilegal. Repotnya, karena mereka dibekingi aparat, termasuk dari kepolisian.

Dalam keterangannya yang dikutip Jumat (17/10/2025), Wakil Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Feby Dapot Hutagalung mengungkapkan salah satu modus operandi para penambang ilegal, menjual hasil tambang menggunakan dokumen dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan lain, agar terlihat sah secara administratif.

"Misalnya melakukan penambangan dalam IUP-nya tetapi tidak memiliki RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya), sehingga dia menjual komoditas tambangnya menggunakan dokumen dari IUP lain. Itu sudah kita temukan beberapa kasus," jelasnya dalam acara Minerba Convex 2025, di JCC, Kamis (16/10/2025).

Bareskrim mengungkapkan, praktik semacam itu membuat pengawasan menjadi sulit karena secara di atas kertas kegiatan itu tampak legal. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan lebih mendalam, ternyata banyak penyimpangan dan manipulasi dokumen yang dilakukan secara sistematis.

Bareskrim juga menemukan bahwa sebagian besar pelaku tambang ilegal menghindari tahapan formal pertambangan yang seharusnya dijalankan sesuai aturan. Tahap yang dilangkahi seperti proses penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.

“Terkadang pada tahap eksplorasi, sebelum keluar izin operasi produksi, mereka sudah melakukan penambangan. Bahkan tambang, melalui penyelidikan umum, eksplorasi, feasibility studies, langsung operasi produksi. Dan itu biasa kongkalikong dengan oknum," ungkapnya.

Pelaku juga kerap mengabaikan kewajiban pascatambang, seperti penyetoran dana reklamasi dan pemulihan lingkungan. Jaminan reklamasi dan dana pasca tambang yang seharusnya disetor kepada negara itu tidak dilakukan.

Bareskrim Polri mencatat, sebanyak 1.517 pertambangan tanpa izin (PETI) alias tambang ilegal tersebar di Indonesia pada 35 provinsi. Terbanyak di Sumatera Utara.

"Ada 1.517 hasil pemetaan kami tahun 2025 tersebar di 35 provinsi, dari komoditas mulai dari emas, pasir, galian tanah, batu bara, andesit, timah dan seluruhnya," ungkap Feby Dapot Hutagalung.

Sejatinya, Indonesia kaya akan sumber daya alam, namun sayang pemanfaatannya tidak diiringi dengan pengawasan tepat. Bahkan, pertambangan ilegal yang tersebar itu 'dibekingi' oleh oknum aparat penegak hukum, tidak terkecuali dari pihak kepolisian.

"Sebagian besar dibekingi oleh oknum, baik dari Polri, kemudian ada yang dibekingi oleh  partai, ada yang dibekingi tokoh masyarakat atau tokoh adat setempat dan seterusnya," tandasnya.

Pemerintah menargetkan produksi timah mengalami kenaikan pada 2026

Dalam acara Forbes Global CEO Conference 2025, Rabu (15/10/2025), Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan pemerintah menargetkan produksi timah di Indonesia mengalami kenaikan pada tahun 2026. 

Target itu dilambungkan setelah terus mendorong pemberantasan pertambangan ilegal, di antaranya di Bangka Belitung (Babel). Pemerintah juga mengambilalih lahan-lahan bermasalah yang secara ilegal dijadikan kawasan perkebunan, termasuk perkebunan kelapa sawit.

Presiden mengaku mendapat laporan ada sebanyak 1.000 tambang timah ilegal di Bangka Belitung. Dari situ Indonesia kehilangan 80% produksi timah akibat penambangan ilegal dan penyelundupan. "Ini harus dihentikan."

Pemerintah juga bertekad memberantas lahan sawit ilegal sebagai tegas dalam menegakkan hukum. Karena itu, target Presiden Prabowo Subianto sampai akhir Oktober 2025, mengembalikan sekitar 3,7 juta hektare dari 5 juta hektare lahan perkebunan kelapa sawit yang saat ini bermasalah. 

“Saya disumpah untuk menegakkan hukum. Saya perintahkan Jaksa Agung, BPKP untuk melakukan investigasi, jika ada pelanggaran hukum cabut konsesinya," tegas Presiden Prabowo Subianto dalam acara Forbes Global CEO Conference 2025.