EmitenNews.com - Jangan stres. Wajah cerah, bersinar alias glowing bukan semata hasil dari perawatan kulit atau genetik. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan bahwa faktor terbesar dari tampilan wajah, justru bisa dipicu dari stres yang membebani kehidupan sehari-hari. Untuk memperbaiki tampilan wajah, yang paling penting memperbaiki sistem jaminan hidup dan kesejahteraan sosial.

Dalam keterangannya yang dikutip Minggu (27/7/2025), Sekretaris Utama BKKBN Budi Setiyono, mengungkapkan, orang Eropa, atau warga negara di negara maju lebih banyak warga yang charming, atau glowing, dipastikan mereka tidak ada kekhawatiran menghadapi disrupsi kehidupan.

Warga negara maju cenderung memiliki wajah yang lebih menarik bukan semata karena faktor genetik, melainkan karena kesejahteraan hidup yang lebih baik.

Sebaliknya, warga Indonesia masih banyak yang berjibaku dengan kekhawatiran bebas hidup seperti ekonomi dan masa depan, bahkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan dasar harian.

"Jadi sebenarnya tidak melulu karena DNA-nya. Di Indonesia, pengaruhnya adalah hormon stres atau hormon kortisol, yang otomatis keluar dari tubuh saat menghadapi ancaman, kelaparan, ketidakpastian," jelasnya.

Penting diketahui Kortisol, merupakan hormon alami tubuh yang muncul saat seseorang mengalami stres. Dalam kadar tinggi dan terus-menerus, hormon ini dapat mempengaruhi kondisi kulit dan penampilan secara keseluruhan.

Wajah terlihat lebih lelah, kusam, dan tidak segar, sebuah gambaran yang menurut Budi, sangat umum dijumpai pada wajah orang Indonesia.

Wajah orang Indonesia sehari-hari dipenuhi dengan kortisol. Jadi, kalau ingin wajah berubah, harus mengikuti pola penjaminan hidup di atas garis kesejahteraan yang benar-benar terjamin.

Budi Setiyono membandingkan wajah warga Korea Selatan dan Korea Utara. Meskipun memiliki latar belakang etnis dan bahasa yang sama, kondisi kesejahteraan yang berbeda disebut berdampak nyata pada penampilan mereka.

"Lebih enak dilihat Korsel bukan karena oplas (operasi plastik), tapi Korsel itu secara hukum sudah terbebas dari kebutuhan dasar, Korea Utara belum sehingga wajahnya berbeda," ungkapnya.

Kemudian Budi Setiyono menyebutkan, wajah orang Jerman Barat cantik-cantik, Jerman Timur tidak. Itu bukti keterjaminan, ketakutan, dan pemenuhan kebutuhan dasar berpengaruh kepada ada tidaknya hormon kortisol.

Untuk memperbaiki tampilan wajah warga Indonesia, hal pertama yang harus dilakukan bukanlah membeli produk perawatan kulit mahal, melainkan memperbaiki sistem jaminan hidup dan kesejahteraan sosial.

"Memperbaiki keturunan tidak selalu harus menikah dengan orang Eropa. Yang utama adalah memperbaiki kesejahteraan hidup, atau setidaknya asuransi hingga hari tua," ujarnya.

Seluruh penduduk perlu dijamin memperoleh penghasilan yang layak, pendidikan dasar 12 tahun, dan kepemilikan sertifikat kompetensi agar dapat bersaing di pasar kerja.

Indonesia juga menghadapi tantangan demografis. Pada 2045 diperkirakan 30 persen penduduknya berusia lanjut. Karena itu, Budi Setiyono berharap 70 persen penduduk usia produktif dapat benar-benar bekerja dan menopang kelompok non-produktif tersebut. ***