53 Bulan Maraton Neraca Dagang Surplus, BKF: Bukti Daya Tahan Ekonomi
Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan bahwa konsistensi tren surplus neraca perdagangan 52 bulan berturut-turut membuktikan daya tahan ekonomi Indonesia di tengah stagnasi ekonomi global
EmitenNews.com - Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus sebesar USD3,26 miliar pada September 2024. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan bahwa konsistensi tren surplus tersebut membuktikan daya tahan ekonomi Indonesia di tengah stagnasi ekonomi global.
Capaian tersebut memperpanjang tren surplus neraca perdagangan Indonesia menjadi 53 bulan secara berturut-turut sejak Mei 2020. Hingga September 2024, akumulasi surplus tercatat mencapai USD21,98 miliar.
“Hal tersebut juga mencerminkan ekonomi kita yang berorientasi pada penciptaan nilai tambah menunjukkan hasil positif. Tentunya hal ini menjadi modal yang baik untuk masa yang akan datang,” kata Kepala BKF seperti dilansir laman Kementerian Keuangan.
Menurut Kepala BKF, aktivitas perdagangan Indonesia yang mencatatkan kinerja baik hingga September menjadi sinyal positif bagi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2024. Kementerian Keuangan memproyeksikan pada triwulan tersebut ekonomi Indonesia masih akan tumbuh di atas 5,0 persen di tengah tantangan ekonomi global.
“Pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan global terhadap ekspor nasional, serta menyiapkan langkah-langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi sumber daya alam, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama,” ujar Kepala BKF.
Lebih lanjut, Kepala BKF menyampaikan aktivitas ekspor Indonesia pada September 2024 masih tercatat sebesar USD22,08 miliar di tengah tekanan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global yang masih terkontraksi 48,8 pada September 2024. Kondisi tersebut ditopang oleh peningkatan ekspor nonmigas sebesar 8,13 persen (year on year/yoy).
Sementara itu, ekspor sektor migas tercatat mengalami penurunan. Kontributor utama yang mendorong peningkatan ekspor nonmigas di antaranya besi dan baja, bahan bakar mineral, nikel dan barang daripadanya, serta logam mulia dan perhiasan/permata.
Secara sektoral, pertumbuhan terbesar pada sektor pertanian sebesar 38,76 persen (yoy), diikuti sektor pertambangan dan lainnya sebesar 9,03 persen (yoy), dan juga sektor industri pengolahan sebesar 7,11 persen (yoy). Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang tetap menjadi negara mitra utama dengan kontribusi ketiganya sebesar 43,57 persen terhadap total ekspor nonmigas Indonesia. Secara kumulatif, total ekspor pada periode Januari hingga September 2024 tercatat mencapai USD192,85 miliar.
Sementara itu, impor bulan September 2024 tercatat sebesar USD18,82 miliar atau naik 8,55 persen (yoy). Kenaikan impor tersebut didorong oleh kenaikan impor nonmigas sebesar 16,29 persen (yoy) di tengah penurunan impor migas sebesar 24,04 persen (yoy). Kenaikan tertinggi terjadi pada impor barang modal sebesar 18,44 persen (yoy), disusul oleh impor barang konsumsi sebesar 11,30 persen (yoy) dan bahan baku penolong sebesar 5,87 persen (yoy).
Sementara penyumbang terbesar impor nonmigas adalah komoditas plastik dan barang dari plastik, mesin/peralatan mekanis, dan mesin/perlengkapan elektrik dengan kontribusi ketiganya sebesar 31,38 persen terhadap total impor nonmigas. Secara kumulatif dari Januari hingga September 2024, nilai impor Indonesia tercatat mencapai USD170,87 miliar.(*)
Related News
Potensi Aset Rp990 Triliun, Asbanda Siap Dukung Pembiayaan PSN
Ajak Investor Inggris Investasi di EBT, Menteri Rosan Buka Peluangnya
PKPU Pan Brothers (PBRX) Soal Utang Rp6,25T Diperpanjang 14 Hari
Maya Watono Kini Pimpin InJourney, Ini Profilnya
Pascapemilu, Investor Global Kembali Pindahkan Portofolionya ke AS
Belum Berhenti, Harga Emas Antam Naik Lagi Rp12.000 per Gram