EmitenNews - Postingan Presiden Joko Widodo soal rancangan desain Ibu Kota Baru di Kalimantan tidak cuma viral dan menjadi pembicaraan luas di masyarakat. Aaron Connelly, peneliti di Perubahan Politik Asia Tenggara dan Kebijakan Luar Negeri pun tak tahan berkomentar soal postingan Jokowi di Twitter Jumat (2/4/2021) lalu.


Seperti diketahui dua hari lalu Presiden mengunggah video megahnya desain visual rancangan ibu kota baru yang sejak tahun lalu jadi polemik di masyarakat. Bersamaan dengan itu bermunculan foto visualisasi desain Garuda untuk Istana Negara, juga desain Astana Indonesia Raya yang diambil dari Kementerian PUPR.


"Salah satu usulan pradesain bangunan ikonik di ibu kota negara yang baru adalah Istana Negara karya Nyoman Nuarta. Saya mengharapkan masukan dari Anda semua tentang pradesain," tulis Jokowi sebagai narasi videonya.


Presiden mengharapkan Istana Negara yang sedang disiapkan menjadi kebanggaan bangsa, sekaligus mencerminkan kemajuan bangsa.


"Dengan masukan-masukan itu nantinya, saya akan mengundang kembali para arsitek dan para ahli lainnya untuk melakukan pengkayaan pradesain menjadi basic desain Istana Negara," lanjutnya.


Menanggapi ini Aaron yang sering menjadi analis politik luar negeri Asia Tenggara sejumlah media terkemuka seperti New York Times, Financial Times, Washington Post, BBC, CNN, Reuters, dan AFP, ikut berkomentar.


"Presiden Jokowi terus menggembar-gemborkan rencana pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan. Itu terlihat spektakuler," tulisnya. "Tetapi patut ditanyakan apakah Indonesia mampu membayar proyek senilai USD32 miliar USD pasca-Covid — dan jika bisa, mengapa tidak lebih baik dihabiskan untuk meringankan masalah ibukota saat ini," lanjut peneliti yang pernah berkolaborasi erat dengan mantan Penasihat Keamanan Nasional AS, Samuel R Berger.


Di postingannya Jokowi memang tidak menyebut nilai proyeknya. Namun seperti pernah ramai diberitakan, Presiden memastikan Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur menjadi lokasi baru Ibu Kota. Dan menurut Jokowi pemindahan ibu kota ini akan menelan biaya hingga Rp466 triliun.


"Soal pendanaan, kebutuhan Rp466 triliun. 19 persen akan berasal dari APBN," kata Jokowi saat konferensi pers di Istana Negara, Senin, 26 Agustus 2019.


Jokowi mengatakan pembangunan ibu kota baru akan menggunakan skema pengelolaan aset di ibu kota baru dan di DKI Jakarta. "Sisanya KPBU atau kerja sama pemerintahan dengan badan usaha, dan investasi langsung swasta dan BUMN," katanya.


Lebih lanjut Aaron meragukan rencana pemindahan ibu kota baru itu akan bisa diselesaikan dengan masa jabatan Jokowi sebagai Presiden yang kurang dari tiga tahun. Apalagi saat ini anggaran harus dikonsentrasikan untuk penanganan dampak pandemi covid-19.


"Secara realistis, dengan pendanaan untuk proyek yang sudah habis tahun ini, sulit untuk melihat kemajuan yang berarti sebelum Jokowi meninggalkan jabatannya pada tahun 2024," kata Aaron yang pernah bekerja di Pusat Kajian Strategis dan Internasional di Washington DC.


Aaron pun mempertanyakan akankah pengganti Jokowi mendatang bakal bertahan dengan proyek ambisius yang sangat mahal itu.(*)