Gita juga menggarisbawahi bahwa produsen narkotika kini semakin canggih dengan memanfaatkan teknologi digital, perusahaan cangkang, serta celah di wilayah perbatasan. Kejahatan narkotika kini saling terhubung dengan tindak pencucian uang, kejahatan siber, dan ancaman terhadap ketahanan sosial.

“Penegakan hukum saja tidak cukup. Kita memerlukan pendekatan terintegrasi yang mencakup pencegahan, pengobatan, pengurangan dampak buruk, reintegrasi sosial dan ekonomi dengan kesehatan publik, serta hak asasi manusia sebagai pondasinya,” ujar Gita dalam kesempatan yang sama.

Kepala Kantor dan Penghubung UNODC untuk ASEAN Erik van der Veen mengapresiasi diskusi yang berlangsung dan menegaskan pentingnya kerja sama internasional berbasis data dan kebijakan yang efektif.

Menurutnya, Asia Tenggara, termasuk Indonesia, kini berada di garis depan dalam perang melawan narkotika sintetik di tengah semakin pesatnya kemajuan teknologi, yang juga dimanfaatkan oleh kelompok kriminal.

Erik juga menyoroti trend baru dalam penyalahgunaan narkotika, seperti penggunaan vape alias rokok elektrik yang dicampur dengan zat narkotika. Fenomena tersebut tidak hanya sulit terdeteksi, tetapi juga menimbulkan risiko serius bagi kesehatan masyarakat.

Selain itu, pentingnya pelacakan aliran dana kejahatan sebagai salah satu strategi paling efektif untuk memutus mata rantai jaringan narkotika.

Briefing on the 2025 World Drug Report menjadi forum strategis untuk memaparkan temuan terbaru dalam laporan tahunan UNODC dan membahas dinamika peredaran narkotika, khususnya narkotika sintetik di kawasan Asia Timur dan Tenggara. ***