EmitenNews.com - Dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan aset negara guna mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, pemerintah tengah mengakselerasi pembangunan infrastruktur nasional. Langkah ini juga untuk memperkuat pilar infrastruktur dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada 2029. Pembiayaan melalui skema Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) menjadi alternatif di tengah terbatasnya anggaran.

Sayangnya, dalam merealisasikan pembangunan infrastruktur ini, ada keterbatasan pembiayaan APBN. Karena itu, diperlukan skema keuangan alternatif yang lebih fleksibel dan inklusif.

Salah satunya adalah pembiayaan melalui skema Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2024.

Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Mohammad Rudy Salahuddin mengemukakan hal tersebut dalam acara Sosialisasi Perpres Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pembiayaan Infrastruktur melalui Hak Pengelolaan Terbatas (HPT), dikutip Jumat (8/8/2025).

"Skema ini bukan bentuk privatisasi. Justru sebaliknya, ini bentuk modernisasi tata kelola aset negara agar lebih produktif, bernilai tambah, dan tetap berpihak pada kepentingan publik," ujar Mohammad Rudy Salahuddin.

Regulasi yang tertuang dalam Perpres 66 Tahun 2024 memberikan dasar hukum bagi pemanfaatan aset-aset negara secara lebih optimal. Skema HPT dapat diterapkan pada berbagai jenis infrastruktur strategis. Di antaranya, jalan tol, transportasi publik, energi, limbah, perumahan, hingga fasilitas kesehatan dan pendidikan.

"Aset yang bisa dikerjasamakan harus telah beroperasi, memiliki umur manfaat minimum 10 tahun, serta terdaftar dan diaudit secara akuntabel. Namun demikian, fleksibilitas juga diberikan berdasarkan hasil studi kelayakan," jelas Rudy.

Bagusnya lagi, skema HPT dapat dilakukan baik melalui prakarsa pemerintah (solicited) maupun oleh badan usaha (unsolicited), dengan peran strategis Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dalam memfasilitasi proses transaksi. 

Mekanisme ini meliputi penetapan daftar proyek HPT, pemilihan mitra swasta, hingga pengelolaan dan pengembalian aset di akhir periode kerja sama.

"Biarkan aset negara bekerja untuk kita. Melalui HPT, kita dorong investasi swasta tanpa melepas kendali negara, sekaligus memperkuat struktur pembiayaan pembangunan nasional," tegas  Mohammad Rudy Salahuddin.

Kegiatan sosialisasi ini, diharapkan menjadi forum strategis untuk memperkuat pemahaman bersama dan membangun sinergi antar pemangku kepentingan dalam pelaksanaan skema HPT. Juga sekaligus menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor sebagai kunci menjawab tantangan pendanaan infrastruktur nasional.

Selain itu, sosialisasi ini juga menjadi titik awal dari adopsi luas skema HPT di berbagai sektor dan wilayah, serta membangun ekosistem pembiayaan infrastruktur yang transparan, bankable, dan berdampak nyata bagi masyarakat. ***