Battle Fundamental RLCO vs SUPA: Siapakah Sang Juara Pencetak Laba?
Battle Fundamental RLCO vs SUPA: Siapakah Sang Juara Pencetak Laba?
EmitenNews.com - Penghujung tahun 2025 di Bursa Efek Indonesia ditandai dengan kemunculan dua bintang baru yang bergerak di kutub industri yang berbeda total.
Di satu sisi, ada PT Abadi Lestari Indonesia Tbk (RLCO) yang membawa narasi industrialisasi sarang burung walet. Di sisi lain, PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) menggebrak dengan kekuatan ekosistem digital Grab-Emtek.
Bagi investor retail yang sudah semakin sophisticated, membandingkan keduanya bukan sekadar melihat kenaikan harga di layar, melainkan membedah di mana letak "Real Revenue" dan seberapa kuat jangkar valuasinya.
Pertempuran Narasi: Emas Putih vs Ekosistem Digital
RLCO menawarkan sesuatu yang sangat tradisional namun langka di bursa: pengolahan komoditas premium dengan pasar ekspor yang sudah mapan. Model bisnisnya sangat sederhana untuk dipahami—beli bahan baku, olah, dan jual ke pasar Tiongkok/AS.
Sebaliknya, SUPA adalah studi kasus tentang turnaround bank digital. SUPA tidak lagi menjual janji "bakar uang", melainkan membuktikan kekuatan flywheel ekosistem Grab, Emtek, dan KakaoBank.
Implikasinya jelas: RLCO adalah pilihan bagi investor yang mencari stabilitas sektor riil, sementara SUPA menyasar mereka yang mencari pertumbuhan eksponensial berbasis teknologi.
Bedah Mesin Uang: Margin Komoditas vs Efisiensi Digital
Jika kita menggunakan kacamata Revenue Catalyst, kedua emiten ini memberikan angka yang menggugah selera.
RLCO per Mei 2025 mencetak laba berjalan Rp12,38 miliar dengan alokasi modal kerja IPO mencapai 56,33% untuk pembelian bahan baku. Ini adalah mesin uang yang linear.
Di sisi lain SUPA memberikan kejutan melalui fenomena turnaround yang monumental. Setelah bertahun-tahun merugi, SUPA mencatatkan laba bersih Rp60,12 miliar pada Q3 2025, didorong oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih (NII) yang masif sebesar 176% (YoY).
Jika RLCO bertumpu pada margin laba kotor pengolahan barang, SUPA bertumpu pada high yield penyaluran kredit digital. Bagi investor, pertanyaannya adalah: Anda lebih nyaman dengan pertumbuhan linear dari barang fisik (RLCO) atau pertumbuhan compounding dari data ekosistem (SUPA)?
Kontras Valuasi: Masih Murah atau Sudah "Priced In"?
Menggunakan framework Deep Dive & Contrast, kita melihat perbedaan mencolok pada jangkar valuasi keduanya saat IPO.
RLCO melantai dengan harga Rp168 (PBV 1,90x), memberikan Margin of Safety yang cukup nyaman bagi investor awal. Sementara itu, SUPA melantai dengan dukungan raksasa regional yang membuat valuasinya sejak awal sudah membawa ekspektasi tinggi.
Pekan 15–19 Desember menunjukkan anomali yang menarik: RLCO puncaki Top Gainer dengan kenaikan akumulatif 691% sejak IPO hingga menyentuh Rp1.330, sementara SUPA melonjak 93,70% hanya dalam beberapa hari setelah melantai 17 Desember.
Keduanya mengalami fenomena "penguncian harga" atau ARA. Namun, secara behavioral, investor RLCO saat ini sedang dalam fase Valuation Anchor—mencari tahu apakah harga seribuan masih masuk akal untuk bisnis walet—sedangkan investor SUPA sedang digerakkan oleh FOMO on Turnaround yang didukung data keuangan solid.
Related News
Bukan Sekadar ARA: Bedah Arus Kas RLCO Menuju Target Cuan 2026!
IHSG Turun Tapi Asing Masuk Rp3,2T: Jebakan Harga atau Peluang Value?
Data Bicara: Cara Atur Strategi Portofolio di Tahun 2026!
Efek BI Rate ke Saham: Sektor Apa yang Bakal Cuan di Tahun 2026?
BI Rate 4,75 Persen: Strategi atau Sinyal Badai Pasar Saham 2026?
Prospek SUPA: PBV Menarik, Tapi Siapkah Hadapi Risiko NPL UMKM 2026?





