EmitenNews.com - Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan bahwa telah melakukan soft launching terhadap produk single stock futures (SSF). Namun untuk  grand launching akan menunggu momentum pasar.

Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengungkapkan"Kalau kita melihat perkembangan pasar kita beberapa waktu terakhir dari tingkat global maupun di Bursa Efek kita sendiri, kita melihat kalau kondisi pasar sudah menunjukkan perubahan arah kepada arah yang mungkin bisa menuju ke bullish," ujar Jeffrey saat Edukasi Wartawan Pasar Modal secara virtual, Kamis (22/8/2024).

Selain itu, peluncuran (SSF) ini juga menunggu kesiapan anggota bursa (AB) derivatif. Jeffrey mengungkapksan saat ini sudah ada satu AB yang diberikan izin oleh bursa untuk menyelenggarakan perdagangan produk-produk derivatif, yakni Bina Arta Sekuritas.

Di samping itu, ada tiga sekuritas calon anggota bursa derivatif yang berada di pipeline. Menurut Jeffrey, seharusnya tidak lama lagi AB yang sedang mengantre itu akan diberikan izin oleh BEI.

"Karena kesiapan sistem maupun administrasinya sudah ada di tahap yang final," tandasnya.

Ia menjelaskan, produk SSF ini untuk melengkapi produk derivatif yang sudah dimiliki oleh BEI. Adapun, SSF atau kontrak berjangka saham tunggal merupakan kontrak standar antara pembeli dan penjual yang menentukan harga saham yang akan diserahkan saat kontrak berakhir.

Saham-saham underlying terdiri dari konstituen LQ45 dari sektor yang beragam. Antara lain, saham BCA (BBCA), BRI (BBRI), Telkom Indonesia (TLKM), Astra International (ASII) dan Merdeka Copper Gold (MDKA).

Perbedaan utama antara SSF dan saham terletak pada modal transaksi. Jika membeli saham harus menyiapkan modal penuh sebesar 100% dari harga 1 lot, Fee Transaksi SSF bisa berkisar hanya 4% dari harga 1 lot tersebut per kontrak.

Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 1 BEI Firza Rizqi Putra memisalkan bila seseorang membeli saham ABCD sebanyak 10 lot, seharga Rp2.500.000, maka bila ia membeli kontrak saham ABCD lewat SSF, ia hanya butuh mengeluarkan kocek Rp100.000.

Karena harga lebih rendah, otomatis fee transaksi di SSF lebih murah, hanya dikenakan biaya Rp250 per kontrak. Sementara saham sebesar 0,03% dari nilai transaksi.

Selain itu, investor bisa mengambil posisi short saat market turun. Dengan adanya instrumen ini, investor pun bisa menikmati pergerakan harga emiten-emiten 'mahal' dengan merogoh kocek yang tidak terlalu besar.

Di sisi lain, realisasi keuntungan SSF bisa cair dalam 1 hari bursa (T+1), sedangkan saham biasa pemindah bukuan efeknya terjadi pada T+2. Adapun realisasi keuntungan SSF mark to market tiap hari, sementara saham bisa untung jika investor sudah menjualnya.

Namun, SSF memiliki periode jatuh tempo sebanyak 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Saham tidak mengenal periode jatuh tempo.

Perlu dicatat, investasi di SSF tergolong high risk, high return. Investor diimbau untuk memahami dan melakukan transaksi dengan pertimbangan matang.

"Dengan jumlah investor kita yang terus meningkat, kebutuhan investor juga akan terus meningkat, khususnya untuk produk-produk derivatif," kata Jeffrey.