BEI Telisik Transaksi Jumbo Pusat Data Emiten Grup Sinarmas (DSSA)

Logo usaha DSSA.
EmitenNews.com - Emiten Grup Sinarmas di bidang energi dan infrastruktur tambang batu bara, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), memberikan penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait transaksi afiliasi senilai Rp1,22 triliun yang dilakukan anak usahanya, PT Kuningan Mas Gemilang (KMG), dengan PT LG Sinarmas Technology Solutions (LGSM).
Corporate Secretary DSSA, Susan Chandra dalam keterangan tertulisnya Selasa (12/8), menyampaikan bahwa transaksi tersebut pembelian pekerjaan sistem Mechanical, Electrical, and Plumbing (MEP), Long Lead Equipment (LLE), Information and Communication Technology (ICT), sistem keamanan, serta sistem manajemen dan pengendalian terpadu untuk proyek pusat data (Data Center) SMXO1 dan tidak memerlukan persetujuan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut manajemen, nilai transaksi tidak melebihi 20% dari ekuitas perseroan berdasarkan laporan keuangan konsolidasian 31 Maret 2025, sehingga bukan tergolong transaksi material. Meski merupakan transaksi afiliasi, DSSA menegaskan tidak terdapat benturan kepentingan, karena tidak ada perbedaan kepentingan ekonomis antara perseroan dengan direksi, komisaris, maupun pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan.
Berdasarkan POJK 42/2020, transaksi afiliasi yang tidak memenuhi kriteria transaksi material dan bukan benturan kepentingan hanya wajib dinilai oleh penilai independen, diumumkan keterbukaan informasinya, dan dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
DSSA menjelaskan, Proyek pusat data SMXO1 akan dimiliki dan dioperasikan oleh KMG. Berdasarkan studi kelayakan, investasi pusat data di Jakarta masih sangat prospektif, dengan beberapa alasan utama:
Pertumbuhan industri: Indonesia memiliki rasio populasi lebih dari 1 juta penduduk per MW kapasitas pusat data, jauh di atas negara maju yang berada di bawah 100.000 penduduk per MW. Potensi ini didukung proyeksi adopsi teknologi cloud dan AI yang pesat dalam 3–5 tahun ke depan.
Spillover pasar regional: Keterbatasan pasokan daya dan perizinan di pusat data utama kawasan seperti Singapura dan Malaysia mendorong hyperscaler melirik Indonesia. Pada 2024, Johor, Malaysia menolak lebih dari 300 izin pusat data, sementara Singapura menghadapi keterbatasan lahan dan air bersih.
Konsentrasi geografis: Lebih dari 90% kapasitas pusat data nasional berada di Jabodetabek, dengan Bekasi sebagai pusat suplai terbesar. Kawasan bisnis Jakarta mulai dilirik sektor perbankan dan hyperscaler yang membutuhkan kehadiran langsung di pusat ekonomi.
Profil imbal hasil menarik: Menurut Cushman & Wakefield (2025), investasi pusat data di Indonesia menawarkan cap rate 7–8% dan yield on cost di atas 12%, dengan biaya pengembangan relatif kompetitif di kisaran USD 7–12 juta per MW.
Pusat data SMXO1 akan dibangun di Setiabudi, Jakarta Selatan, menyasar perusahaan lokal dan multinasional di berbagai sektor, termasuk hyperscaler, yang memerlukan layanan pusat data aman dan andal. Total belanja modal proyek diperkirakan Rp4,9 triliun, dibiayai dari kombinasi dana Obligasi dan Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I DSSA Tahap III Tahun 2024 serta pinjaman bank.
DSSA menegaskan tidak ada informasi material lain yang belum diungkapkan terkait proyek pusat data SMXO1 dan akan terus mematuhi prinsip transparansi sesuai regulasi yang berlaku.
Related News

Terungkap! Kinerja TUGU di Semester I-2025

Pratama Widya (PTPW) Mau Gelar RUPSLB Terkait Kursi Kosong Komut

Bos UVCR Kembali Lego Saham, Ada Apa?

BEI Kupas Laporan Keuangan Emiten Sawit Milik Haji Isam, Kenapa?

Pengendali AIMS Buang Lagi 12,3 Juta Saham di FCA

Saham Angkutan Tambang Grup Bakrie Diborong Lagi Warga India