EmitenNews.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyusun berbagai aturan teknis pelaksanaan pajak karbon yang rencananya akan diterapkan pada 1 Juli 2022. Sektor ketenagalistrikan menjadi sektor pertama yang akan dikenakan pajak karbon.


Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu, mengatakan pemerintah akan menerapkan pajak karbon saat regulasi dan kesiapan sektor ketenagalistrikan sebagai sektor pertama yang akan dikenakan pajak karbon lebih siap.


“Kesiapan ini penting agar tujuan inti dari penerapan pajak karbon memberikan dampak yang optimal sehingga pemerintah memutuskan penerapan pajak karbon pada 1 Juli 2022. Pemerintah akan terus berkonsultasi dengan DPR dalam penyiapan implementasi pajak karbon ini,” ujar Wamenkeu dalam keterangan persnya.


Aturan teknis pelaksanaan pajak karbon yang sedang digodong antara lain terkait tarif dan dasar pengenaan, cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, serta peta jalan pajak karbon. Aturan teknis lainnya, seperti Batas Atas Emisi untuk subsektor PLTU dan tata cara penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon pada pembangkit tenaga listrik akan ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).


Agar instrumen pengendalian iklim berjalan optimal, pemerintah juga sedang menyusun berbagai aturan turunan dari Perpres 98/2021. Antara lain terkait tata laksana penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Nationally Determined Contributions (NDC) di Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.


“Isu iklim merupakan isu lintas sektor. Koordinasi akan terus kami jaga dan perkuat agar peraturan yang melengkapi satu sama lain dapat mengoptimalisasi upaya pemerintah dalam mengendalikan perubahan iklim,” kata Febrio.


Pengaturan terkait pajak karbon diperkuat melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tujuan utama pengenaan pajak karbon bukan hanya menambah penerimaan APBN semata, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).


“Pengenaan pajak karbon diharapkan dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon,” kata Febrio.


Di sisi lain, proses penyusunan peta jalan atau roadmap pajak karbon perlu memperhatikan peta jalan pasar karbon. Peta jalan pajak karbon diantaranya akan memuat strategi penurunan emisi karbon dalam NDC, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru terbarukan, dan keselarasan dengan peraturan lainnya.


“Dalam implementasinya, pemerintah akan memperhatikan transisi yang tepat agar penerapan pajak karbon ini tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pascapandemi,” ujar Febrio.


Menurut Febrio, pengenaan pajak karbon akan dilakukan bertahap dengan memperhatikan prioritas dalam pencapaian target NDC, perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi Indonesia. Hal ini bertujuan agar pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia dapat memenuhi asas keadilan (just) dan terjangkau (affordable) serta tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.(fj)