EmitenNews.com - Perekonomian Amerika Serikat (AS) diprakirakan tetap kuat ditopang oleh konsumsi rumah tangga seiring upah dan produktivitas yang tinggi serta perbaikan investasi. Sementara ekonomi Eropa, Tiongkok, dan Jepang masih lemah dipengaruhi permintaan domestik yang belum kuat serta kinerja eksternal yang menurun sejalan dengan perekonomian global yang melambat dan dampak dari implementasi kenaikan tarif impor oleh AS. Ekspansi ekonomi India juga tertahan akibat proses konsolidasi fiskal dan investasi yang belum kuat.


"Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan sebesar 3,2%. Di sisi lain, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi dipengaruhi kebijakan tarif impor AS yang lebih cepat dan luas dari prakiraan serta arah kebijakan bank sentral AS," ungkap Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo.


Pertumbuhan ekonomi dan inflasi AS yang tinggi berdampak pada ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih terbatas. Kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, meskipun sedikit menurun akibat meningkatnya permintaan investor global terhadap US Treasury.


"Perkembangan tersebut menyebabkan besarnya preferensi investor global untuk menempatkan portofolionya ke AS. Indeks mata uang dolar AS masih tinggi dan menekan berbagai mata uang dunia," papar Perry.


Ketidakpastian global yang tetap tinggi terus memerlukan respons kebijakan yang kuat sehingga dapat memitigasi dampak rambatannya untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.


Gubernur BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan perlu terus didorong. Pada triwulan IV 2024 pertumbuhan tercatat sebesar 5,02% (yoy), meningkat dari 4,95% (yoy) pada triwulan sebelumnya sehingga secara keseluruhan tahun 2024 mencapai 5,03% (yoy).


Pertumbuhan terutama disumbang oleh permintaan domestik sejalan meningkatnya konsumsi rumah tangga dan tetap baiknya investasi. Dari sisi Lapangan Usaha (LU), LU Industri Pengolahan dan LU Perdagangan sebagai kontributor utama pertumbuhan juga tumbuh baik, sejalan dengan permintaan domestik yang terjaga.


Secara spasial, kinerja pertumbuhan tertinggi tercatat di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua). Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2025 dalam kisaran 4,7–5,5% (yoy). Prospek ini dipengaruhi oleh prakiraan peningkatan investasi, terutama investasi nonbangunan.


Sementara itu, konsumsi rumah tangga perlu didorong sehingga dapat makin menopang permintaan domestik. Dari eksternal, berbagai upaya untuk memperkuat ekspor perlu terus ditingkatkan guna memitigasi dampak melambatnya permintaan negara-negara mitra dagang utama.

Dalam kaitan ini, Bank Indonesia terus mengoptimalkan bauran kebijakannya untuk tetap menjaga stabilitas dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stimulus kebijakan makroprudensial dan akselerasi digitalisasi transaksi pembayaran diperkuat sehingga bersinergi dengan stimulus fiskal Pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.(*)