EmitenNews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan standar ganda dalam penyidikan kasus korupsi. Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan melayangkan kritik tersebut, karena komisi antirasuah itu, tak mengusut dugaan gratifikasi mantan pimpinan KPK Firli Bahuri dan Lili Pintauli.

Hasbi Hasan mengungkapkan kritiknya atas KP itu, saat menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2024). Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa KPK menuntut terdakwa kasus korupsi itu, dituntut 13 tahun 8 bulan penjara.

"Saya prihatin dengan standar ganda dalam dugaan penanganan gratifikasi oleh KPK. KPK tidak responsif melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan menerima diskon atas biaya sewa helikopter oleh mantan Ketua KPK Firli Bahuri, yang menurut ICW selisihnya melampaui Rp140 juta," kata Hasbi.

Selain itu, urai Hasbi Hasan, KPK juga tak pernah usut dugaan gratifikasi Lili Pintauli (salah satu Komisioner KPK) yang menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton Moto GPMandalika dari PT Pertamina (Persero).

Hasbi Hasan sekaligus membantah dakwaan jaksa KPK yang menyebutnya telah menerima gratifikasi berupa uang, fasilitas perjalanan wisata dan penginapan yang seluruhnya senilai Rp630.844.400.

Perihal fasilitas flight heli tour senilai Rp7.500.000, Hasbi Hasan mengaku saat itu sempat akan membayar penggunaan fasilitas tersebut, tetapi tidak diterima oleh pihak Urban karena sudah diselesaikan oleh Devi Herlina.

Saat menghubungi Devi Herlina untuk mengganti uang tersebut, namun inisiatif tersebut ditolak. Devi Herlina, kata Hasbi Hasan hanya menjawab 'nggak apa-apa pak Hasbi kebetulan saya Notaris Urban. Co dan itu juga free of charge kok'.

Dengan begitu Hasbi Hasan menyampaikan hingga saat ini tidak ada pihak Urban maupun Devi yang menghubunginya. Terdakwa kasus suap  itu, menegaskan tidak menghendaki free of charge (FOC) dan akan membayar sendiri biaya sewa.

Sebelumnya, Jaksa KPK menyebut Hasbi Hasan menerima gratifikasi dari sejumlah pihak. Di antaranya, Devi Herlina, Notaris rekanan dari CV Urban Beauty/MS Glow senilai Rp7.500.000; dari Yudi Noviandri, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Balai senilai Rp100 juta; dan dari Menas Erwin Djohansyah, Direktur Utama PT Wahana Adyawarna senilai Rp523.344.400.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatan itu, Jaksa KPK menuntut Hasbi Hasan, dengan pidana 13 tahun dan 8 bulan penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa Penuntut juga meminta hakim menghukum terdakwa membayar uang pengganti Rp3.880.000.000 subsider tiga tahun penjara. 

Masih kata jaksa, Hasbi Hasan bersama-sama dengan Dadan Tri Yudianto, mantan Komisaris Independen Wijaya Karya (Wika) terbukti menerima suap senilai Rp11,2 miliar terkait pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Suap oleh Debitur KSP Heryanto Tanaka. Tujuannya, agar Hasbi Hasan bersama Dadan mengupayakan pengurusan perkara kasasi Nomor: 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman,Pengurus KSP Intidana dapat dikabulkan oleh hakim agung. Hakim MA sedang memeriksa dan mengadili perkara serta agar perkara kepailitan KSP Intidana yang berproses di MA dapat diputus sesuai keinginan Heryanto.

Hasbi Hasan juga disebut terbukti menerima gratifikasi berupa uang, fasilitas perjalanan wisata dan penginapan yang seluruhnya senilai Rp630.844.400.

Hasbi Hasan membantah tudingan jaksa KPK itu. Ia malah balik mengkritik KPK yang dinilainya melakukan standar ganda dalam penanganan kasus korupsi. Dalam hal ini menyangkut penerimaan gratifikasi oleh pimpinan KPK. ***