EmitenNews.com - Keberanian sebuah perusahaan dengan kapitalisasi pasar menengah untuk menggalang dana jumbo sebesar Rp3,2 triliun tentu memerlukan fondasi kepercayaan yang luar biasa kuat, dan hal itu bermuara pada profil pengendali utamanya. 

Melalui PT Abadi Kreasi Unggul Nusantara (AKUN), pihak pengendali telah menunjukkan komitmen yang tidak main-main dengan menyatakan kesiapan untuk mengeksekusi haknya senilai kurang lebih Rp1,78 triliun. 

Dalam kacamata pasar modal, angka ini merupakan sinyal krusial mengenai keberadaan "skin in the game" yang nyata. Pengendali tidak sedang mencari celah untuk keluar (exit), melainkan sedang melakukan strategi doubling down atau bertaruh lebih besar pada masa depan perseroan. 

Fenomena ini memisahkan INET dari tipikal aksi korporasi spekulatif atau "gorengan" di mana pengendali cenderung melepas haknya kepada publik, karena dalam kasus ini, pemilik justru menjadi penyuntik likuiditas utama yang menjaga stabilitas struktur permodalan baru.

Kepemimpinan Muda dan Visi Ekspansi Anorganik

Di kursi kemudi, Muhammad Arif selaku Direktur Utama muncul sebagai representasi pemimpin muda yang membawa nafas agresivitas ke dalam strategi korporasi. Keterlibatannya sebagai pemegang saham di entitas pengendali, PT Satu Technologi Tepat, menegaskan bahwa visinya selaras dengan kepentingan jangka panjang pemegang saham utama. 

Arif tampaknya tidak puas dengan pertumbuhan organik yang lambat; gaya kepemimpinannya lebih condong pada percepatan melalui ekspansi anorganik yang masif. Keberaniannya mengelola porsi saham publik (free float) yang besar sembari menjaga likuiditas di pasar menunjukkan kemampuannya dalam menyeimbangkan antara kebutuhan operasional perusahaan dan dinamika pasar modal, sebuah karakteristik yang jarang ditemukan pada pemimpin perusahaan infrastruktur tradisional yang biasanya lebih tertutup.

Validasi Industri melalui Figur Eks-Telkomsel

Meskipun agresivitas darah muda menjadi motor penggerak, kehadiran Setyanto Hantoro dalam struktur kepemilikan menjadi faktor penyeimbang yang memberikan bobot kredibilitas di mata investor institusi. Sebagai mantan Direktur Utama Telkomsel, Setyanto bukan sekadar investor pasif atau pemanis di jajaran pemegang saham; kepemilikannya sebesar 4,62% di level holding pengendali adalah sebuah validasi industri yang sangat kuat. Ia membawa rekam jejak, jaringan luas, dan pemahaman mendalam mengenai peta jalan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia yang hanya dimiliki oleh segelintir teknokrat senior. 

Keberadaan figur kaliber BUMN ini secara tidak langsung meredam skeptisisme pasar dan memicu spekulasi positif mengenai potensi kolaborasi strategis tingkat tinggi antara INET dengan operator telekomunikasi besar di masa depan.

Sinergi Teknokrat dan Jaminan Moral Investor

Secara keseluruhan, struktur manajemen INET mencerminkan sebuah mesin korporasi yang didesain untuk berlari kencang namun tetap berada di atas rel profesionalisme. INET bukan sekadar entitas yang dikelola oleh pemain pasar saham yang hanya mengejar fluktuasi harga, melainkan didukung oleh para praktisi dan teknokrat yang memahami seluk-beluk industri transmisi data. 

Sinergi antara komitmen modal triliunan rupiah dari AKUN dan pengawasan dari veteran industri sekelas Setyanto Hantoro menciptakan sebuah jaminan moral bagi investor minoritas. Hal ini memberikan keyakinan bahwa dana raksasa hasil rights issue tersebut akan dikelola dengan tata kelola yang matang, demi mengubah INET dari pemain ceruk (niche player) menjadi kekuatan baru dalam ekosistem digital nasional.

Baca juga: Right Issue INET Rp3,2T: Jebakan Dilusi atau Rejeki Nomplok 2026?

Disclaimer: Tulisan ini bukan ajakan jual/beli, tapi bahan diskusi biar lo makin pinter atur strategi. Do Your Own Research (DYOR)!