EmitenNews.com - Kasus penyelewengan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) lagi. Bareskrim Polri membongkar dugaan BBM jenis biosolar subsidi di Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), diselewengkan dan dijual kembali kepada penambang serta pelaku usaha lain dengan harga normal. Kerugian negara mencapai Rp105 miliar. Polisi telah menyita 10.950 kubik liter BBM subsidi. 

Kepada pers, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, menjelaskan bahwa BBM subsidi yang seharusnya masuk Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Poleang Tenggara, Kolaka, Sulawesi Tenggara, ini ditimbun di sebuah gudang penimbunan ilegal. Kemudian, BBM subsidi ini dimasukkan ke mobil tangki yang biasanya digunakan untuk memuat solar industri. 

“Dijual kembali dengan harga solar industri atau nonsubsidi kepada para penambang yang melakukan kegiatan penambangan dan juga dijual kepada kapal tug boat atau kapal tongkang dengan harga solar industri,” ujar Brigjen Nunung Syaifuddin dalam konferensi pers di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (3/3/2025). 

Biosolar subsidi ini dijual kepada penambang dan pemilik kapal tongkang dengan harga industri, bukan harga biosolar subsidi. Padahal, harga biosolar subsidi dan nonsubsidi jauh berbeda. Kalau yang subsidi itu hanya Rp6.800. Yang nonsubsidi itu, pada hari itu kita cek, Rp19.300. Jadi, per liter itu selisihnya adalah Rp12.550,” kata Nunung. 

Dari pengakuan terduga pelaku, dalam sebulan, mereka bisa menimbun dan menjual kembali biosolar subsidi ini hingga 350.000 liter. Artinya, keuntungan per bulan mereka mencapai Rp4.392.500.000. Para terduga pelaku mengaku sudah mengoperasikan gudang ilegal mereka selama dua tahun. 

Total kerugian negara sementara diperkirakan mencapai Rp105.420.000.000. Saat ini, polisi belum menahan atau menetapkan satu pun tersangka dalam kasus ini. Namun, ada empat orang yang diduga terlibat dalam kasus penyelewengan ini.

Mereka, yaitu BK, pemilik gudang penimbunan ilegal, A pemilik SPBU Nelayan di Poleang Tenggara, T selaku pemilik mobil tangki, dan satu orang pegawai PT Pertamina Patra yang diduga membantu proses penembusan BBM subsidi ini. 

Para pelaku diancam dengan Pasal 40 Ayat 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja, serta perubahan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp60 miliar. ***