EmitenNews.com - Meskipun investasi di sektor Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam (ISKPBGN) menunjukkan kinerja positif dengan total realisasi mencapai Rp 10,45 triliun hingga Juni 2025, tantangan besar dihadapi subsektor refraktori.

Tercatat, rata-rata utilisasi industri refraktori nasional hanya mencapai 33,78% dari total kapasitas terpasang sepanjang tahun 2020 hingga 2024. Hal ini menunjukkan kinerja dan daya saing industri refraktori nasional masih belum optimal.

Pangsa pasar domestik industri ini pun sangat minim, hanya sebesar 12,54% dari seluruh kebutuhan refraktori di dalam negeri. “Kesenjangan ini menegaskan bahwa produk impor masih mendominasi pangsa pasar di Indonesia," jelas Direktur ISKPBGN Kemenperin, Putu Nadi Astuti, dalam keterangannya di laman kementerian.

Lebih lanjut Putu menjelaskan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor produk refraktori untuk semen tahan api dan bata tahan api pada tahun 2020–2024 mencapai 891.434 ton dengan nilai perdagangan USD 588,90 juta. Impor produk tersebut didominasi oleh Tiongkok (88%), diikuti Malaysia (2,21%), Korea Selatan (1,94%), Thailand (1,76%), dan India (1,35%).

Menanggapi kondisi impor yang masif dan rendahnya utilisasi industri refraktori nasional, diperlukan suatu langkah strategis untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi yang berkelanjutan salah satunya melalui Business Matching Industri Refraktori Nasional. Putu berharap Business Matching ini dapat menjadi langkah strategis untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi yang berkelanjutan.

Putu menambahkan, kolaborasi yang terjalin melalui forum ini ditargetkan membawa dampak positif yaitu peningkatan utilisasi industri refraktori di dalam negeri, peningkatan efisiensi industri semen, keramik, dan kaca serta terciptanya kemandirian industri refraktori nasional.

“Dengan tercapainya kemandirian industri refraktori nasional, rantai pasok nasional akan semakin kuat, dan searah dengan kebijakan pembangunan industri nasional,” tutup Putu.(*)