EmitenNews.com - Central Counterparty (CCP) resmi diluncurkan, Senin (30/9/2024). Peluncurannya diinisiasi oleh Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI) serta 8 bank yang menjadi penyetor modal awal. Lembaga baru ini dibentuk untuk mengurus transaksi derivatif suku bunga dan nilai tukar (SBNT). 

Hadir dalam peluncuran CCP, Gubernur BI Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti, Ketua DK OJK Mahendra Siregar, Ketua DK LPS Purbaya Yudhi Sadewa.Tidak ketinggalan Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo dan jajaran petinggi perbankan Tanah Air.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan CCP di Indonesia resmi berdiri mulai hari ini, Senin (30/9/2024), merupakan mandat dari Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), serta pemenuhan mandat G20 Over The Counter Derivatives Market Reform.

"Pendirian dan pengembangan CCP SBNT ini sekali lagi akan menjadi legasi bagi kita. Mari kita hadiahkan ini kepada bangsa dan negara kita," ucap Perry Warjiyo saat peluncuran CCP di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, Senin (30/9/2024).

Dengan kehadiran CCP SBNT ini, Indonesia sudah menjadi bagian dari 16 negara anggota G20 yang telah memiliki CCP. Saat ini dari 20 negara anggota G20, sisa tiga negara yang belum membentuk CCP, yakni Argentina, Afrika Selatan, dan Arab Saudi.

"Inilah wujud komitmen Indonesia, bangsa dan negara Indonesia untuk G20 OTC Derivative Market Reform," tutur Perry.

CCP akan berfungsi sebagai infrastruktur pasar keuangan yang memitigasi risiko kegagalan transaksi antarpihak (counterparty risk), risiko likuiditas (liquidity risk), dan risiko volatilitas harga pasar (market risk), akan banyak manfaat dari keberadaan lembaga ini.

Bagi BI, manfaat utamanya akan membuat pasar domestic non delivery forward meningkat signifikan ke depan dari yang saat ini di kisaran USD100 juta menjadi Rp1 miliar per hari hingga 2030. Demikian juga pasar repo yang transaksinya akan meningkat dari kini Rp 14 triliun menjadi Rp 30 triliun per hari.

"Transaksi ini akan mempercepat transmisi kebijakan moneter dan pendalaman pasar. Bagi industri transaksi volume semakin banyak, semakin efisien dengan pricing juga yang secara jelas. Bagi pemerintah karena likuiditas SBN di pasar uang semakin cepat, pembentukan suku bunga transaksinya akan turun," tutur Perry Warjiyo.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, dengan kehadiran lembaga yang memanfaatkan infrastruktur KPEI itu, pasar derivatif di Indonesia akan lebih stabil dan kredibel di mata investor global.

CCP akan beroperasi penuh sesuai Principles for Financial Market Infrastructures yang berjumlah 22 butir untuk CCP. Serta, operasionalnya menggunakan skema bisnis biasa, tanpa ada intervensi dari regulator.

"Jadi CCP ini akan memberi manfaat ke jasa keuangan Indonesia, terutama dalam mitigasi risiko kredit pihak lawan serta efisiensi dalam proses kliring dan derivatif," tutur Mahendra Siregar.

Dasar hukum pembentukan lembaga ini, telah ditetapkan BI dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21/11/PBI/2019 tentang Penyelenggaraan Central Counterparty Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar Over the Counter. Aturannya, modal awal yang harus disetor dalam pembentukan lembaga itu senilai Rp408,16 miliar.

Selain BI yang menyetor modal senilai Rp40 miliar atau sekitar 9,8% dari modal awal, juga ada suntikan modal dari Bursa Efek Indonesia (BEI) sebesar Rp208,16 miliar atau setara 51%. Kemudian konsorsium perbankan senilai Rp160 miliar, dengan masing-masing porsi 8 banknya per Rp20 miliar.

"Dengan penyertaan modal BI, BEI dan industri perbankan ke KPEI diharapkan memperkuat permodalan CCP sehingga menguatkan market confidence dan trusted ke CCP," tegas Mahendra Siregar. ***