EmitenNews.com - Berakhir sudah pelarian Hendry Lie. Terpantau berada di Singapura sejak Maret 2024, tersangka kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk., pada tahun 2015-2022 itu, ditangkap saat mendarat di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Senin (18/11/) pukul 22.30 WIB. Ia pulang karena masa berlaku paspornya akan berakhir 27 November mendatang. Ia kini diinapkan di Rutan Salemba.

"Hendry Lie pulang ke Indonesia dari Singapura secara diam-diam untuk menghindari petugas," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (19/11/2024) dini hari.

Hendry Lie telah berada di Singapura sejak 25 Maret 2024 usai pemeriksaan pertama kali sebagai saksi dalam kasus tersebut. Pendiri maskapai Sriwijaya Air itu, dengan alasan sedang menjalani pengobatan di Singapura, di Rumah Sakit Mount Elizabeth.

Penyidik Kejagung kemudian menetapkan Hendry Lie sebagai tersangka dalam kasus timah yang merugikan negara sebanyak Rp300 triliun itu pada 15 April 2024.

Hendry Lie memutuskan pulang diam-diam ke Indonesia, sampai akhirnya ditangkap oleh penyidik Direktorat Penyidikan pada Jampidsus dengan jajaran intelijen pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) serta Atase Kejaksaan RI di Singapura.

"Kepulangan ke Indonesia, karena paspor yang bersangkutan berakhir pada 27 November 2024 sehingga tidak memungkinkan perpanjangan masa berlaku karena penyidik sudah melayangkan surat ke Kedutaan Besar Singapura melalui imigrasi untuk melakukan penarikan terhadap paspor yang bersangkutan," ucap Abdul Qohar.

Dalam kasus korupsi timah, peran Hendry Lie, dan adiknya Fandy Lie, selaku beneficiary owner PT Tinindo Inter Nusa atau PT TIN. Hendry secara sadar dan sengaja berperan aktif melakukan kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah antara PT Timah Tbk. dan PT TIN.

Biji timah yang dilebur dari hasil kerja sama dua perusahaan tersebut berasal dari CV BPR dan CV SFS yang sengaja dibentuk untuk menerima biji timah dari penambangan timah ilegal.

Akibat perbuatan Hendry Lie dan puluhan tersangka lainnya yang saat ini dalam proses persidangan, negara dirugikan sebesar sekitar Rp300 triliun.

Penyidik menetapkan Hendry Lie melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***