EmitenNews.com - Jaksa mendakwa dua mantan Direktur PT Timah Tbk. (TINS) terlibat kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun. Dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (26/8/2024), Jaksa mengatakan kedua eks petinggi PT Timah itu tidak melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya.

Keduanya, yakni Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 dan Emil Ermindra, Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020. 

Saat membacakan dakwaannya, Jaksa mengungkapkan, terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani bersama-sama dengan Emil Ermindra dan Alwin Albar, tidak melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Direksi PT Timah Tbk dalam menjalankan pengurusan PT Timah Tbk untuk kepentingan perusahaan sesuai maksud dan tujuan perusahaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait adanya kegiatan penambangan ilegal di Wilayah IUP PT Timah Tbk.

Jaksa mengatakan Mochtar bersama Emil dan Alwin melaksanakan kerja sama mewakili PT Timah dengan sejumlah mitra jasa penambangan (pemilik IUJP). Mochtar dan Emil disebut telah mengetahui jika mitra jasa itu melakukan penambangan ilegal dan menampung hasil penambangan illegal di wilayah IUP PT Timah.

Mochtar dan Emil bersama Alwin juga merealisasikan pembayaran dari PT Timah kepada mitra jasa penambangan (pemilik IUJP) seolah-olah sebagai imbal biaya usaha jasa penambangan. Pembayaran itu didasarkan pada jumlah bijih timah yang dihasilkan penambang illegal sesuai harga pasar pada saat transaksi.

Jaksa mengatakan Mochtar dan Emil juga membuat dan melaksanakan program pengamanan aset cadangan bijih timah dari hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Mereka juga mengatur pembelian bijih timah menggunakan CV Salsabila Utama untuk keuntungan pribadinya.

"Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani bersama-sama Emil Ermindra dan Tetian Wahyudi, telah mengatur pembelian biji timah dari penambang ilegal di Wilayah IUP PT Timah Tbk menggunakan CV Salsabila Utama, perusahaan yang dikendalikan oleh Emil Ermindra bersama-sama dengan Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Tetian Wahyudi untuk mendapatkan keuntungan pribadi," ujar jaksa.

Mochtar juga merekayasa pencatatan pembayaran bijih timah 5% dari kuota ekspor smelter swasta seolah-olah sebagai hasil produksi sisa hasil pengolahan. Lima smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk, yakni PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, dan PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.

"Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani bersama-sama Alwin Albar, telah melakukan pembayaran bijih timah sebanyak 5% dari kuota ekspor bijih timah kepada perusahaan smelter swasta yang diketahui telah melakukan penambangan illegal di wilayah IUP PT Timah, Tbk dan pencatatannya direkayasa seolah-olah merupakan hasil produksi dari Program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) PT. Timah Tbk," kata jaksa.

Jaksa mengatakan Mochtar dan Emil juga melakukan pertemuan dengan smelter swasta untuk membahas kerja sama sewa peralatan processing pelogaman tanpa feasibility study. Padahal, kata jaksa, smelter swasta itu tak memiliki competent person (CP) yang seharusnya tidak memperoleh RKAB.

"Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani bersama-sama Emil Ermindra, Alwin Albar, dan Harvey Moeis menyepakati harga sewa peralatan processing penglogaman timah USD4000/ton untuk PT Refined Bangka Tin dan USD3700/ton untuk 4 smelter (PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa) tanpa kajian/feasibility study (studi kelayakan) dengan kajian dibuat tanggal mundur," ujar jaksa.

Jaksa mengatakan perbuatan Mochtar dkk yang telah mengakomodir kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah telah merugikan keuangan negara Rp300 triliun. Mochtar dan Emil didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Yang merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015 sampai Tahun 2022," kata jaksa.

Dalam persidangan ini, jaksa juga membacakan dakwaan untuk Direktur PT Stanindo Inti Perkasa, MB Gunawan. Jaksa mengatakan MB Gunawan bersama Suwito Gunawan membeli dan mengumpulkan bijih timah dari hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah, melalui PT Stanindo Inti Perkasa dan perusahaan afiliasinya bersama smelter swasta lainnya.

Jaksa mengatakan MB Gunawan menerima pembayaran bijih timah hasil penambangan ilegal dari PT Timah. Dia juga membuat perusahaan cangkang atau perusahaan boneka seolah-olah mitra jasa pemborongan yang akan diberikan Surat Perintah Kerja (SPK) Pengangkutan di wilayah IUP PT Timah. ***